Press "Enter" to skip to content

Ratusan Perusahaan Jadi Pengoplos Beras, DPR: Rugikan Konsumen dan Ciderai Petani

Anggota Komisi IV DPR RI Riyono. (Foto: DPR RI)

PROTIMES.CO – Anggota Komisi IV DPR RI Riyono Caping menyoroti maraknya peredaran beras oplosan yang merugikan konsumen dan mencederai petani lokal.

“Jika dihitung secara kasar, dengan kerugian Rp5.000 per kilogram, maka total beras oplosan yang beredar bisa mencapai 700.000 ton. Padahal, kebutuhan beras nasional per bulan adalah sekitar 2,6 juta ton,” ujar Riyono, Senin (14/7/2025).

“Artinya, hampir 25 persen beras di pasar diduga merupakan beras oplosan,” tambahnnya.

Ia menyesalkan praktik curang yang dilakukan oleh oknum perusahaan dalam menjual beras berkualitas rendah dengan label premium.

“Ini sangat merusak. Tidak hanya merugikan konsumen, tapi juga menciderai perjuangan petani kita yang sudah menghasilkan beras berkualitas tinggi musim ini,” tegas anggota yang juga Ketua DPP PKS Bidang Petani, Peternak, dan Nelayan ini.

Menurut Riyono, keberhasilan petani dalam meningkatkan produksi nasional seharusnya dihargai dan dilindungi

“Petani layak mendapat reward atas capaian produksinya. Harga yang baik untuk Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG), dan beras di pasar akan menjadi puncak kebahagiaan mereka,” tambahnya.

Riyono menyatakan bahwa beras petani lokal sebenarnya sudah memiliki kualitas premium yang alami.

“Beras dari petani kita itu enak, cocok dengan lidah masyarakat Indonesia, dan masih sangat terjangkau di pasaran,” tuturnya.

Akan tetapi, menurutnya, fenomena beras oplosan ini menunjukkan lemahnya tata kelola perberasan nasional.

“Peredaran beras negara masih belum terkendali. Dari sekitar 2,5 juta ton beras yang beredar di pasar tiap bulan, hanya sekitar 5 persen atau 100 ribu ton yang dikendalikan oleh Bulog. Sisanya, 2,4 juta ton, sepenuhnya berada di tangan swasta,” ungkapnya.

Kondisi ini, menurutnya, sangat rawan akan penyimpangan, mulai dari pengoplosan hingga potensi penyelundupan.

Oleh karena itu, Riyono menyerukan agar negara hadir secara penuh dalam pengelolaan beras, dari hulu hingga hilir.

“Negara tidak boleh hanya menjadi penonton. Minimal negara harus mengendalikan 20 persen hingga 50 persen dari pasar beras, agar distribusi dan tata niaga tidak dikuasai oleh segelintir pemain swasta,” terangnya.

Ia juga menekankan pentingnya memperkuat kehadiran BUMN pangan untuk menjaga keamanan pangan rakyat.

“Satgas Pangan akan kewalahan bila negara tidak membenahi regulasi dan membentuk BUMN pangan yang kuat. Ini adalah solusi jangka panjang untuk mencegah praktik curang dan memastikan kesejahteraan petani serta keadilan bagi konsumen,” pungkasnya.

Pewarta: Khairul

Editor: Khopipah

Be First to Comment

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    © 2025 Protimes.co