PROTIMES.CO – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menggelar pertemuan dengan perwakilan serikat buruh sektor perikanan di kantor Kementerian P2MI, Jakarta, Senin (8/7/2025).
Pertemuan tersebut membahas pelindungan bagi pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di sektor perikanan, khususnya awak kapal.
Menteri Karding menegaskan pentingnya kolaborasi dan pembenahan sistem agar pekerja migran, terutama awak kapal perikanan, tidak lagi bekerja secara non-prosedural dan memperoleh perlindungan yang layak.
“Banyak dari mereka bekerja di luar negeri tapi tidak terdata di sistem kita. Ini sangat rawan terhadap kekerasan dan pelanggaran hak kerja,” ujarnya.
“Bahkan ada cerita soal mereka dibuang di tengah laut. Kita tidak tahu benar tidaknya, tapi cerita seperti itu sudah cukup membuat kita wajib bertindak,” sambungnya.
Data resmi menunjukkan, hanya ada sekitar 2.000 awak kapal perikanan yang tercatat secara prosedural pada 2025. Kenyataannya, jumlah PMI sektor perikanan di luar negeri diperkirakan mencapai puluhan ribu.
“Kalau hanya 10 persen yang tercatat, artinya ada ribuan yang bekerja tanpa pengawasan. Ini masalah serius. Maka saya ajak kita bentuk tim kerja gabungan antara pemerintah, serikat pekerja, aktivis, dan masyarakat sipil untuk memetakan masalah dan menentukan prioritas solusi,” kata dia.
Menteri Karding juga mengungkapkan tantangan dalam masa transisi kewenangan antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian P2MI pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa awak kapal merupakan pekerja migran.
“Tapi kita ingin semua berbasis hukum. Misalnya, buku pelaut tetap di Perhubungan, tapi izin keluar masuk pekerja harus lewat KemenP2MI agar mereka terdata dan terlindungi,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jumhur Hidayat mengatakan bahwa perlindungan bagi nelayan harus berlaku baik di dalam maupun luar negeri.
“Kita ingin nelayan, baik yang bekerja di dalam negeri maupun luar negeri, mendapat perlindungan yang setara. Negara harus tahu siapa yang bekerja di mana, di kapal apa, dengan visa kerja seperti apa. Kalau tidak, ini rawan jadi perdagangan orang,” ujarnya.
Jumhur juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap perusahaan perekrutan awak kapal yang sering beroperasi tanpa kontrol ketat.
Menurutnya, dahulu semua wajib memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) sehingga proses keberangkatan terpantau. Akan tetapi, saat ini banyak yang berangkat dengan visa kerja tanpa pelaporan.
“Negara harus tahu, karena ini bukan soal izin saja, tapi perlindungan,” kata dia.
Ia mendukung langkah Kementerian P2MI untuk memperkuat sistem perlindungan melalui regulasi yang lebih tegas.
“Kalau perlu, kembalikan mekanisme kontrol yang membuat semua pihak patuh. Ini juga bisa jadi salah satu cara memberantas trafficking,” tutur Jumhur.
Pertemuan tersebut menjadi ruang terbuka untuk membahas solusi dan mendorong konsolidasi lintas sektor. Menteri Karding menutup pertemuan dengan menegaskan bahwa kementeriannya terbuka untuk belajar dan mendengarkan permasalahan serta solusi dari seluruh pihak.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah
Be First to Comment