PROTIMES.CO – Kementerian HAM menyoroti besarnya tantangan dalam mengungkap kasus dugaan eksploitasi anak oleh Oriental Circus Indonesia (OCI). Salah satu penghambat utama adalah tidak adanya otoritas pro-justitia pada lembaga ini.
Dalam laporan yang dirilis 7 Mei 2025, Kementerian HAM menyebutkan bahwa minimnya arsip administratif dan tidak jelasnya status badan hukum OCI menyulitkan upaya penetapan subjek hukum yang bertanggung jawab. OCI disebut tidak berbadan hukum hingga tahun 2010 dan kini sudah tidak lagi aktif.
Kementerian juga mengakui keterbatasannya dalam memperoleh dokumen atau memaksa pihak terkait untuk memberikan informasi. Proses verifikasi pun bergantung sepenuhnya pada kesukarelaan pihak-pihak yang terlibat.
Tak hanya itu, informasi yang bertolak belakang antara pengadu dan teradu semakin memperumit rekonstruksi peristiwa.
Di satu sisi, pengadu menyampaikan telah mengalami eksploitasi ekonomi dan kekerasan sejak usia dini. Di sisi lain, teradu mengklaim semua tindakan dilakukan sukarela dan dalam batas wajar.
Kasus OCI menjadi simbol lemahnya perlindungan anak dalam dunia hiburan di masa lalu. Ketiadaan mekanisme akuntabilitas saat itu membuat para korban kini harus berjuang keras demi keadilan.
Kementerian HAM menilai bahwa pendekatan hukum saja tidak cukup. Diperlukan juga strategi multidisipliner yang mencakup aspek sosial, psikologis, dan etis untuk menyembuhkan luka masa lalu para penyintas.
Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang memiliki wewenang investigatif lebih luas. TGPF ini diharapkan mampu mengurai benang kusut yang membelenggu kasus selama puluhan tahun.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah