PROTIMES.CO – Dugaan praktik pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kasus Oriental Circus Indonesia (OCI) kembali mencuat ke permukaan setelah para korban menuntut pelaksanaan penuh atas rekomendasi Komnas HAM yang diterbitkan pada tahun 1997.
Para pengadu, yang saat ini telah dewasa, mengungkapkan bahwa mereka dahulu diambil dari orang tua dengan dalih diangkat anak dan dijanjikan masa depan yang lebih baik. Akan tetapi, mereka justru dijadikan pekerja sirkus secara paksa.
OCI disebut telah menjalankan praktik ini sejak 1970-an. Anak-anak berusia 2–4 tahun diduga dipisahkan dari keluarganya dan dilatih melakukan atraksi sirkus berbahaya tanpa perlindungan memadai.
Selain itu, mereka tidak memperoleh pendidikan formal, tidak memiliki identitas hukum, dan tidak digaji layaknya pekerja.
Ironisnya, hasil penjualan tiket pertunjukan seluruhnya diduga dinikmati oleh keluarga pendiri OCI, yakni HM, JM, FM, dan TS.
Salah satu korban, Ida Yani, bahkan mengalami kelumpuhan akibat jatuh saat pertunjukan di Lampung pada tahun 1997. Akan tetapi, ia tidak memperoleh kompensasi medis maupun ganti rugi.
Komnas HAM sempat merespons laporan ini pada tahun 1997 dengan memanggil pihak terkait dan merumuskan rekomendasi. Sayangnya, rekomendasi tersebut hingga kini belum dijalankan sepenuhnya.
Para pengadu pun menuntut penelusuran asal-usul mereka dan penyelesaian hak-hak yang selama ini terabaikan.
Upaya hukum sempat ditempuh para korban melalui laporan ke kepolisian, namun laporan ditolak karena tidak adanya bukti visum atas kekerasan di masa lalu.
Mabes Polri sempat menyatakan kasus ini tidak terbukti berdasarkan SP3 tertanggal 2 Juni 1999.
Meskipun telah berlalu puluhan tahun, para korban berharap negara tidak tutup mata dan bersedia menegakkan keadilan demi korban-korban eksploitasi serupa di masa depan.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah