Press "Enter" to skip to content

Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang, DPR: Pemerintah Harus Turun Tangan

Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

PROTIMES.CO – Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, menyoroti kondisi sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan Bondowoso, Jawa Timur, yang dipenuhi tumpukan gula pasir yang belum terjual. Di sisi lain, gula rafinasi membanjiri pasar.

Menanggapi hal tersebut, Nasim mendesak pemerintah untuk segera turun tangan mengatasi persoalan tersebut.

Kondisi itu terungkap dalam acara audiensi anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), dan general manager (GM) pabrik gula di Regional 4 Jawa Timur, di Pabrik Gula (PG) Prajekan, Bondowoso, Minggu (10/08/2025).

Dari pertemuan tersebut, terungkap fakta-fakta yang mencengangkan.

Di PG Prajekan, sebanyak 4.600 ton gula belum terjual. Jumlah itu diperkirakan bernilai Rp60 miliar. PG Assembagoes, Situbondo, memiliki 5.000 ton gula yang tersisa di gudang, setara dengan Rp50 miliar.

Kemudian, di PG Panji, sebanyak 2.500 ton gula menumpuk, nilainya sekitar Rp36 miliar. Di PG Wringin Anom, sebanyak 3.900 ton gula tidak terserap pasar selama delapan periode terakhir.

Situasi ini memunculkan kekhawatiran serius di kalangan petani tebu. Pasalnya, mereka belum mendapat bayaran atas hasil panen yang sudah digiling. Sementara itu, beban biaya produksi terus menghimpit.

“Ini ibarat nyawa di tenggorokan. Petani sudah menunggu pembayaran, tapi gula tidak laku di pasaran,” kata Chandra Sakri Widjaja, GM PG Prajekan.

Masalah ini dipicu oleh peredaran gula rafinasi di pasar, yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman. Gula rafinasi dikenal berwarna lebih putih, memiliki rasa yang tidak semanis gula pasir biasa, dan harganya lebih murah.

Di pasaran, gula rafinasi dijual sekitar Rp13.600 per kilogram, sedangkan gula produksi pabrik rakyat berada di kisaran Rp14.400. Harga acuan penjualan (HAP) yang ditetapkan pemerintah adalah Rp14.500 per kilogram.

Akibat stagnasi penjualan, pembayaran kepada petani tertunda. GM PG Assembagoes, Mulyono, mengaku belum bisa membayar petani selama empat periode giling.

Petani belum menerima pembayaran, padahal tebu mereka sudah digiling. Bahkan, sisa gula dari musim giling sebelumnya masih mencapai 140 ribu ton yang belum terserap pasar.

Sepekan lalu, pengurus APTRI Pusat berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mencari solusi. Salah satu opsi yang dibahas adalah pembelian sementara gula oleh PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) menggunakan dana dari Danantara. Skema ini diharapkan bisa membantu mengosongkan gudang dan memberi napas segar pada petani.

Akan tetapi, Nasim Khan mengingatkan bahwa ini hanya solusi jangka pendek. Pihaknya akan mendesak pemerintah untuk segera turun tangan mengatasi persoalan itu, sehingga gula yang menumpuk di gudang bisa segera terjual dan petani bisa mendapatkan bayaran.

“Kalau bisa tidak menunggu minggu depan, besok pun harus ada keputusan. Di regional ini saja, ratusan miliar rupiah belum terbayar. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.

Nasim Khan menegaskan bahwa Indonesia sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan gula nasional tanpa harus bergantung pada impor, asalkan tata niaga diatur dengan benar dan petani diberi perlindungan harga.

“Kami yakin SDM kita siap untuk swasembada. Tapi kalau pasar dibanjiri rafinasi, petani kita akan kehilangan semangat,” pungkasnya.

Pewarta: Khairul

Editor: Khopipah

Be First to Comment

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *