Press "Enter" to skip to content

Purbaya Tarik Bea Keluar, Tambang Batu Bara Terguncang!

PROTIMES.CO — Pemerintah Indonesia semakin ngotot menerapkan bea keluar (coal export duty) atas ekspor batu bara mulai 1 Januari 2026 setelah dua dekade dibebaskan. Kebijakan ini bukan sekadar revisi fiskal, ini adalah “pemberontakan” terhadap status quo industri ekspor batu bara yang selama ini menikmati zona bebas pungutan!

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terang‑terangan menyatakan bahwa pembebasan bea keluar telah menjadi semacam “subsidi bagi pengusaha kaya”, satu bentuk ketimpangan fiskal yang membuat kas negara bocor di tengah kebutuhan anggaran yang membengkak.

Berapa tarif yang dibidik? Antara 1–5% dari nilai ekspor batu bara. Ini bukan angka main‑main, menurut simulasi kebijakan oleh NEXT Indonesia Center, penerimaan negara bisa mengalir hingga sekitar Rp19 triliun dalam setahun jika bea keluar diberlakukan. Anehnya, potensi itu baru dihitung dari batu bara dan briket saja tanpa menghitung lignit batu bara kualitas rendah yang volume ekspornya lumayan besar.

Namun di balik angka manis itu, industri batu bara mulai menjerit. Asosiasi tambang mengingatkan bahwa bea keluar bisa memperburuk daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama di tengah harga batu bara dunia yang belum stabil.

Data terbaru menunjukkan Indonesia telah mengekspor ratusan juta ton batu bara, dengan 238 juta ton diekspor hanya pada semester pertama 2025, sebuah volume yang membuat negeri ini menjadi salah satu eksportir besar di dunia.

Reaksi dari sektor energi juga terpecah. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyambut rencana itu sebagai langkah untuk memaksimalkan nilai sumber daya alam demi kesejahteraan rakyat. Namun kritik keras tetap bermunculan, menuduh pemerintah “mengguncang industri di saat pasar global belum pulih”.

Apa yang sedang terjadi memang lebih dari sekadar pajak baru. Ini adalah konfrontasi struktural antara pemerintah yang haus pendapatan dan sektor batu bara yang merasa dipinggirkan secara tiba‑tiba. Dengan target bea keluar yang dipatok bisa menyumbang sekitar Rp20 triliun lebih pada penerimaan negara, pertarungan fiskal ini diprediksi menjadi salah satu kebijakan paling kontroversial di akhir 2025.

Berdampak langsung?

1. Kas negara berpotensi terisi jutaan triliun rupiah lebih.

2. Industri ekspor tertekan di tengah tren harga batu bara global yang fluktuatif.

3. Pasar internasional menunggu respons pedagang besar terhadap kebijakan ini.

Siapa yang benar?

Pemerintah yang ingin “fair share”, atau kontraktor batu bara yang mendesak kepastian investasi tanpa tambahan beban? Pertanyaan itu akan menentukan nasib komoditas andalan negeri ini di pasar global, bukan hanya di buku anggaran negara, tapi dalam persaingan ekonomi dunia.

Penulis: Anwar Chow

Editor: Aris Darmawan

Be First to Comment

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *