PROTIMES.CO – Forum MPR RI for Papua resmi terbentuk melalui Surat Keputusan (SK) Kepengurusan dari Ketua MPR RI Ahmad Muzani.
Adapun keanggotaan MPR for Papua diisi oleh seluruh Anggota DPD dan DPR Daerah Pemilihan Tanah Papua yang seluruhnya berjumlah 42 orang.
Sekretaris MPR for Papua, Filep Wamafma, mengatakan hadirnya forum ini sebagai wadah bagi wakil daerah dan wakil rakyat se-tanah Papua untuk berkolaborasi dan berkontribusi dalam penyelesaian persoalan-persoalan di Papua.
“Kehadiran forum MPR RI for Papua ini penting untuk membantu penyelesaian-penyelesaian masalah di tanah Papua. Kita apresiasi banyak kebijakan khusus pemerintah untuk Papua seperti Otonomi Khusus, pembentukan DOB dan lain sebagainya. Akan tetapi, kita tentu tahu bahwa berbagai masalah di Papua di sektor sosial, ekonomi, politik juga belum tuntas terselesaikan,” kata Filep, Jumat (25/4/2025).
“Misalnya, masalah investasi saja. SDA Papua melimpah, puluhan tahun investasi besar berjalan, namun nampak tak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua. Ada Freeport dan BP Tangguh, keuntungan dari investasi jelas sangat besar, namun masyarakat Papua yang populasinya juga tidak cukup besar masih menjadi yang tertinggi jumlah penduduk miskin di Indonesia. Tentu masalah kesejahteraan ini menjadi salah satu fokus MPR For Papua ke depan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Filep mengakui bahwa kebijakan investasi pada umumnya juga berdampak positif seperti peningkatan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi, membuka lapangan kerja, serta pada gilirannya juga dapat mendorong kenaikan PDB.
Akan tetapi, kata Filep, selain kemiskinan tinggi, angka pengangguran di Papua juga tinggi. Stunting, gizi buruk, sanitasi, masalah kekurangan guru, nakes, serta infrastruktur penunjangnya juga masih menjadi persoalan hingga saat ini.
“Bagi saya ada anomali. Banyak proyek strategis juga mendapat perlawanan dari masyarakat adat, banyak sarjana di Papua ‘nganggur’, lebih bergantung pada peluang dari pemerintah daerah, sedangkan perusahaan juga memerlukan banyak tenaga kerja. Maka bagaimana dampak CSR dalam hal ini juga menjadi atensi kami. Harapannya jelas CSR memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat asli Papua. Lalu, dampak lingkungan harus dikelola dengan baik, agar tidak memicu bencana di kemudian hari,” jelasnya.
“Di sektor politik, soal implementasi Otsus, tentu kita kawal bersama. Apalagi kini ada efisiensi anggaran yang dikhawatirkan akan menghambat realisasi program pembangunan. Selain itu, kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua juga belum tuntas, Tragedi Wamena, Wasior, dan putusan kasus Paniai menuai beragam reaksi masyarakat. Kita berharap agar penyelesaian secara yudisial diutamakan, selain penyelesaian non-yudisial. Karena pasti kami tidak ingin peristiwa kekerasan terus berulang di tanah Papua. Juga situasi keamanan di Papua yang akhir-akhir ini kembali bergejolak, kami berharap konflik tidak terus berkepanjangan,” katanya lagi.
Filep menambahkan bahwa kehadiran MPR for Papua menjadi jembatan dengan stakeholder terkait, termasuk di jajaran eksekutif pusat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di tanah Papua ini.
“Saya berharap, forum ini akan berjalan lebih produktif dan progresif, sehingga dampak kehadirannya juga terasa bagi masyarakat kita,” pungkasnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah