Tanggal dan Hari

DPR Minta Masyarakat Tak  Panik soal Kebijakan Tarif Resiprokal Trump

Bertu Merlas menjelaskan bahwa perang tarif Trump membuat negara-negara lain melakukan langkah proteksi yang mengurangi pangsa pasar barang dunia.
Anggota Komisi XI DPR RI Bertu Merlas. (Foto: DPR RI)

PROTIMES.CO – Kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dipastikan berdampak ke Indonesia.

Anggota Komisi XI DPR RI Bertu Merlas menilai tambahan bea impor dari AS tidak memberikan dampak signifikan bagi pangsa pasar ekspor Indonesia.

“Kalau untuk bea impor ke AS sebenarnya tidak terlalu signifikan dampaknya karena volume ekspor ke Amerika Serikat relatif tidak terlalu besar. Tapi yang kita kuatirkan sebenarnya adalah efek domino dari kebijakan tersebut atau sentimen negatifnya ke negara-negara lain,” ujar Bertu Merlas, Kamis (17/4/2025).

Dia menjelaskan bahwa perang tarif Trump membuat negara-negara lain melakukan langkah proteksi yang mengurangi pangsa pasar barang dunia.

Menurutnya, situasi ini akan membuat perlambatan ekonomi dunia. Termasuk para investor yang menahan modal mereka dan mengalihkan ke safe haven asset alih-alih menanamkan modal mereka untuk usaha produktif.

“Apabila terjadi perlambatan ekonomi pada negara-negara yang menjadikan Amerika sebagai pangsa pasar maka negara-negara tersebut juga akan kurang membeli bahan baku. Indonesia adalah eksportir bahan baku terbanyak. Jadi kalau mereka kurang membeli bahan baku di Indonesia maka komoditas unggulan Indonesia akan turun. Ini yang berdampak pada Indonesia,” katanya.

Jika dilihat dari dinamikanya, kata Bertu, saat ini telah terjadi perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kedua negara saling membalas bea impor dari barang-barang yang masuk negara masing-masing.

“Meskipun dalam fase awal perang dagang dua negara berdampak ke situasi dalam negeri masing-masing, namun ke depannya bisa memberikan dampak ke negara lain termasuk Indonesia,” katanya.

Bertu mengungkapkan bahwa Indonesia harus cerdas dalam menempatkan posisi agar tidak terjebak dalam perang dagang Amerika Serikat dan China.

Salah satu yang harus diwaspadai adalah, jika China terpaksa stop ekspor mereka ke Amerika Serikat, maka dipastikan ada penurunan permintaan bahan baku dari negara tirai bambu ke Indonesia.

“Jika permintaan pembelian bahan baku menurun maka harga jual akan turun dan berdampak pada harga komoditas bahan baku,” katanya.

Berdasarkan Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia ke China didominasi besi dan baja sejak tahun 2022.

Pada tahun itu, eskpor besi dan baja mencapai 29,9 persen, berlanjut pada Januari-Agustus 2023 yang mencapai 28,29 persen.

Sebelumnya, ekspor ke China didominasi bahan bakar mineral yang mencapai 29,62 persen pada tahun 2021, lalu turun menjadi 24,40 persen pada tahun 2022 dan 26 persen hingga Agustus 2023 yang menandakan ada peralihan struktur ekspor nonmigas Indonesia ke China.

Legislator asal Dapil Sumatera Selatan II ini mendesak pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi termasuk melakukan deregulasi.

Menurutnya, Indonesia berpeluang menjadi tujuan investor yang keluar dari negara-negara lain seperti Vietnam, Bangladesh, hingga China.

“Ada negara-negara yang mempunyai bea impor tinggi yang bisa membuat investor lari. Mereka bisa saja lari ke Indonesia jika kita mempunyai daya tawar lebih termasuk regulasi yang mendukung,” pungkasnya.

Pewarta: Khairul

Editor: Khopipah

WhatsApp
Twitter
Facebook
Telegram

Agar Tidak Ketinggalan Informasi Terbaru
Ikuti Berita Kami di Google News, Klik Disini

Scroll to Top

LOGIN