PROTIMES.CO – Wasekjen Politik dan Demokrasi PB HMI Maulana Taslam, S.H menyoroti banyaknya perwira aktif yang mengisi jabatan struktural strategis di kementerian dan lembaga (K/L) dalam Pemerintahan Prabowo Subianto.
Dia menjelaskan pada tataran regulasi telah dilakukan pemisahan antara TNI dan Polri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) melalui TAP MPR Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri serta pembagian peran yang spesifik antara TNI dan Polri melalui TAP MPR No 7 Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri.
Menurutnya, penunjukan perwira tinggi TNI/Polri sebagai pejabat di K/L jelas tidak tepat dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Hal ini juga cenderung berpotensi memicu konflik kepentingan dan politik praktis dalam penyelenggaraan pemerintahan,” kata Maulana, Kamis (13/3/2025).
Dia menambahkan, jika ditelisik dalam aturan internal Polri, yaitu UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 28 ayat (3) tegas menjelaskan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
“Artinya, ketika anggota Polri akan menduduki sebuah jabatan strategis di luar kepolisian, maka anggota Polri tersebut harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian,” tuturnya.
Di samping itu, irisan dalam Penjelasan 28 ayat (3) itu juga menjelaskan bahwa “jabatan di luar kepolisian” adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.
“Artinya, Polri tidak dapat merangkap jabatan di luar sangkut pautnya dengan kepolisian. K/L atau jabatan setingkat Komisaris sesungguhnya bukanlah jabatan yang memiliki sangkut paut dengan kepolisian,” ujarnya.
“Kalaupun jabatan pimpinan tinggi tersebut diisi oleh anggota Polri, maka anggota Polri tersebut juga dibatasi dengan pengunduran diri terlebih dahulu dari instansi kepolisian. Kemudian, praktik yang dilakukan oleh Perwira aktif di TNI berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan secara terang-terangan menghancurkan netralitas serta profesionalisme militer di Indonesia,” tegasnya.
Dalam hal ini, Maulana mengatakan prajurit TNI tidak boleh berpolitik praktis dan dilarang menduduki jabatan di luar institusi militer tanpa melepas status keanggotaannya.
Pasal 47 UU TNI secara jelas menyatakan bahwa setiap prajurit yang ingin masuk ke jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
“Namun, kenyataannya aturan ini terus dilanggar dengan berbagai dalih dan kepentingan politik,” imbuhnya.
PB HMI meminta Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri segera mengevaluasi seluruh perwira aktif yang rangkap jabatan di pemerintahan Kementerian dan lembaga.
“Tidak boleh ada pembiaran terhadap pelanggaran ini. Selain itu, undang-undang harus ditegakkan tanpa kompromi. Jika ada perwira yang ingin menduduki jabatan sipil, mereka harus mundur dari institusi TNI/Polri dan pensiun dini bukan malah diberikan pengecualian tertentu,” kata Maulana.
“Jika ini terus dibiarkan maka menjadi hal yang wajar ketika preseden buruk semakin menggerus kepercayaan publik terhadap institusi ini,” pungkasnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah