PROTIMES.CO – Kalangan Komisi II DPR RI mengkritik keras kinerja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dinilai tidak memberikan pelayanan maksimal dalam pemilu.
Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan mengatakan permintaan DKPP untuk membentuk lembaga kesekretariatan sendiri dinilai tidak memberikan manfaat.
“Saya pernah ditanya wartawan soal itu, saya jawabnya spontan saja bubarkan saja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), tidak perlu diperkuat kesekjennya,” kata Ahmad Irawan saat rapat kerja dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, serta DKPP di Jakarta, Senin (5/5/2025).
Politisi muda Partai Golkar itu menjelaskan bahwa kekuasaan penyelenggara pemilu itu harus fokus pada tahapan, lalu pelayanan pada hak konstitusional pemilu.
“Soal ada pengaduan terkait pelaksanaan pemilu adalah tugas tambahan, dan kekuasaan derivatif dari penyelenggara pemilu,” ujarnya lagi.
Lebih jauh, Wawan–sapaan akrabnya–menegaskan bahwa tidak perlu meminta penguatan kinerja sekretariat jenderalnya (setjen).
“Namun perlu ada perbaikan sistem pelayanan, restrukturisasi, reorganisasi, reformulasi kewenangan dan lain-lainnya. Mungkin Anda perlu bersabar sedikit, karena kita sedang melakukan evaluasi secara komprehensif dan holistik terkait kekuasaan penyelenggara pemilu dalam revisi UU Penyelenggara Pemilu,” terangnya lagi.
Malah, Legislator dari Dapil Jatim V itu mempertanyakan kekuatan orisinalitas DKPP yang bisa memecat penyelenggara pemilu.
“Bapak ambil kewenangan dan kekuasaan untuk memecat itu dari mana. Dengan posisi kedudukan yang setara itu, DKPP bisa memecat Bawaslu dan KPU itu, dari mana diambilnya?” paparnya seraya bertanya.
Oleh karena itu, Wawan meminta agar ke depan mekanisme penegakkan hukum berupa kode etik itu tidak melalui ancaman pemecatan.
“Kita tidak ingin terus penyelenggara pemilu ditakut-takuti dengan pemecatan. Jadi kita mau penegakkan kode etik itu tumbuh dari penyelenggara pemilu sendiri,” ungkapnya.
Bahkan Wawan mengaku kepada wartawan bahwa biasanya mungkin ‘penyakit’ penyelenggara pemilu makin ke depan meminta kewenangannya diperkuat, atau permintaan penguatan kesekretariatan itu hanya sekedar untuk memperkuat protokoler saja atau hak-haknya yang bersifat administratif saja, dan tidak ada kaitannya dengan kinerja DKPP.
“Jangan sampai baik terlibat dalam agenda-agenda itu. Saya setuju saja dengan memperkuat kesekretariatan tersebut, tapi harus jelas tugas, pokok, dan fungsinya apa saja,” jelasnya.
Harusnya, lanjut Wawan, bahwa mekanisme penegakkan kode etik itu bersifat internal dan tertutup. Jadi ke depan, penegakkan hukum itu harus tumbuh dari internal KPU dan Bawaslu, bukan dari DKPP.
Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito menegaskan bahwa kewenangan DKPP bisa melakukan pemecatan tercamtum dalam Undang-Undang No: 7/2017, pada Pasal 55 dan seterusnya.
“Jadi saya kira itu saja. Saya tidak mengambil kewenangan siapapun karena ada di Undang-Undang. Kalau nanti memang DKPP, keberadaan DKPP dianggap mengganggu ketentraman Penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, Bapak tadi mengusulkan, bubarkan saja DKPP. Saya kira juga, saya setuju, Pak. Setuju,” ujarnya.
Lebih jauh Heddy Lugito tak membantah soal wacana tersebut.
“Saya secara pribadi setuju. Tapi mari kita berbicara. Hampir semua lembaga yang punya kekuatan besar harus ada pengawasan. Itu saja. Dan pengawasan etik itu sekarang juga berkembang di DPR, di MPR, di semua lembaga,” terangnya.
Menurut Heddy, jika DPR memang meminta DKPP dibubarkan, hal itu tak menjadi masalah.
“Bawaslu tidak diperlukan lagi, kalau kinerja KPU-nya sudah bekerja baik. Ya, cukup KPU saja. Tapi faktanya, masih banyak kekurangan dan pelanggaran yang terjadi karena profesionalitas atau karena integritas. Dua-duanya, Bapak. Dua-duanya itu bergandengan,” jelasnya lagi.
Menurut Heddy, terkait integritas dan profesionalitas menjadi perhatian yang tinggi. Karena tidak akan dipengaruhi oleh siapapun.
“Tapi, rupanya integritas penyelenggara pemilu kita, baik KPU maupun Bawaslu masih bermasalah sehingga gampang sekali dipengaruhi oleh peserta,” jelasnya.
“Peserta pemilu itu bisa siapapun. Peserta itu cenderung mempengaruhi penyelenggara pemilu,” pungkasnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah