PROTIMES.CO — Pemasyarakatan memasuki babak baru reformasi sistem pemidanaan dengan diluncurkannya “Gerakan Nasional Pemasyarakatan, Klien Balai Pemasyarakatan Peduli 2025” oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (IMIPAS), Agus Andrianto, di Srengseng Sawah, Jakarta.
Aksi bersih-bersih lingkungan oleh Klien Pemasyarakatan di kawasan Perkampungan Budaya Betawi menjadi simbol dimulainya pelaksanaan pidana kerja sosial sebagai bagian dari pidana non-penjara dalam KUHP baru yang mulai berlaku 2026.
“Kerja sosial ini bentuk penebusan kesalahan mereka kepada masyarakat akibat tindak pidana yang dilakukan,” kata Menteri Agus.
Ia menegaskan bahwa konsep ini bukan semata hukuman alternatif, tetapi solusi reintegrasi yang bermakna.
Jumlah Klien Pemasyarakatan akan bertambah dengan diberlakukannya pidana pengawasan dan kerja sosial. Ini menjadi peluang besar untuk mengurangi kelebihan kapasitas hunian (overcrowding) di lembaga pemasyarakatan.
Agus juga menyoroti pentingnya peran Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebagai jembatan antara klien dan masyarakat.
“PK adalah arsitek yang merancang jembatan reintegrasi yang sempat terputus akibat suatu tindak pidana,” tegasnya.
Prof. Harkristuti Harkrisnowo dari Universitas Indonesia menyambut baik pendekatan ini. Ia berharap pidana sosial bisa dilakukan juga di panti jompo, lembaga sosial, hingga sekolah.
“Saya sangat exited pada kegiatan hari ini,” ujarnya.
Gerakan yang digelar serentak di 94 Bapas di seluruh Indonesia ini akan menjadi program bulanan menjelang diberlakukannya sistem pidana kerja sosial. Seluruh jajaran Pemasyarakatan dinyatakan siap mendukung penuh implementasi kebijakan tersebut.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Mashudi, menyatakan gerakan ini menguatkan komitmen Pemasyarakatan untuk tetap menjadi institusi yang memberi manfaat bagi masyarakat.
“Pemasyarakatan pasti bermanfaat untuk masyarakat,” pungkasnya.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah
Be First to Comment