PROTIMES.CO – Kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo yang diduga akibat penyiksaan seniornya di Nusa Tenggara Timur (NTT) memunculkan kembali sorotan pada larangan penyiksaan dalam hukum nasional dan internasional.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut peristiwa ini melanggar hak untuk hidup dan hak bebas dari penyiksaan, dua hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun.
Ia merujuk Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menegaskan larangan penyiksaan dan perlakuan kejam atau tidak manusiawi.
Larangan serupa juga diatur dalam UUD 1945, UU HAM No. 39/1999, serta UU No. 5/1998 yang meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan PBB.
“Tidak seorang pun patut disiksa atas alasan apapun,” kata Usman.
Dalam kasus ini, Amnesty International Indonesia menuntut investigasi independen di luar TNI dan peradilan umum bagi para pelaku.
Ia juga mengecam dugaan intimidasi terhadap keluarga korban yang menghalangi akses informasi.
“Keluarga korban berhak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Prada Lucky,” tegasnya.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah
Be First to Comment