Dr. Hudi Yusuf, S.H, M.H, menilai kasus eksploitasi anak dalam pertunjukan sirkus OCI sebagai kejahatan kolektif yang terjadi dalam waktu lama tanpa intervensi.
Posts tagged as “Oriental Circus Indonesia”
Kriminolog Dr. Hudi Yusuf, S.H, M.H menegaskan bahwa anak-anak dalam kasus OCI ini tidak hanya dieksploitasi secara fisik, tetapi juga secara psikologis.
Dr. Hudi menjelaskan, anak-anak yang tergabung dalam OCI bekerja sejak usia sangat dini tanpa pendidikan, pengamanan yang layak, atau pengawasan dari negara.
Menurut dosen kriminologi Universitas Bung Karno, Dr. Hudi Yusuf S.H M.H, kelambanan penegakan hukum dalam kasus OCI patut dicurigai sebagai bentuk pembiaran.
Selain kerugian ekonomi, penderitaan non-material yang dialami mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) juga dapat menjadi dasar tuntutan hukum.
Langkah investigasi oleh Komnas HAM nantinya akan menjadi penentu apakah kasus ini dapat naik ke level penyidikan pro justisia oleh Jaksa Agung.
Kementerian HAM mengusulkan agar tata kelola hiburan berbasis anak memiliki pengaturan hukum yang jelas, termasuk dalam hal perekrutan.
Bagi para korban OCI, pendekatan keadilan restoratif ini membuka ruang untuk mendapatkan pengakuan, kompensasi, dan jaminan pemulihan psikososial.
Berdasarkan analisis KemenHAM, relasi antara anak-anak dan pihak pengelola OCI dapat diklasifikasikan sebagai perikatan perdata akibat perbuatan melawan hukum.
Kasus eksploitasi anak dalam OCI kembali menjadi sorotan menyusul usulan agar kasus ini dikaji sebagai bentuk Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.
Komnas HAM dinilai sebagai kunci dalam membuka penyelidikan. Dengan mandat dari UU, Komnas HAM dapat memulai investigasi awal meski belum menuntut pengadilan.
Sejumlah bentuk kekerasan seperti eksploitasi ekonomi, pelecehan seksual, serta pembatasan kebebasan personal disebut telah terjadi dalam pengelolaan OCI.
Dengan UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000, Komnas HAM kini memiliki landasan hukum lebih kuat dibanding saat pertama kali menangani kasus OCI.
Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) memiliki mandat jelas untuk memulai penyelidikan terhadap pelanggaran HAM yang diduga terjadi secara sistematis atau meluas.
Setelah dua dekade lebih berlalu, kasus dugaan eksploitasi anak dalam OCI berpeluang diselidiki kembali. Komnas HAM didesak untuk menggunakan mandatnya.
Tindakan eksploitasi terhadap anak-anak yang terjadi dalam operasi OCI sejak era 1970-an patut dipertimbangkan sebagai Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.
TGPF juga diperlukan karena status hukum OCI yang tidak jelas. Selama beroperasi, OCI tidak berbadan hukum, menyulitkan proses penetapan tanggung jawab formal.
Dalam laporan terbaru Kementerian HAM, disebutkan bahwa pendiri OCI, yakni HM dan keluarganya, juga tercatat sebagai pendiri dan pemilik TSI.
Dalam laporan Kementerian HAM tertanggal Mei 2025, disebutkan bahwa OCI baru berbadan hukum pada tahun 2010 dengan nama Safari Jaya Karya.
Audit independen dalam pengusutan kasus OCI ini akan sangat penting untuk mengurai kebenaran di balik peristiwa yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Kementerian HAM dalam laporannya menyebutkan bahwa mayoritas mantan pemain sirkus OCI tidak memiliki informasi tentang asal-usul keluarga mereka.
Kementerian HAM menyebut minimnya arsip administratif dan tidak jelasnya status badan hukum OCI menyulitkan upaya penetapan subjek hukum yang bertanggung jawab.
Laporan Kementerian HAM menyebutkan bahwa pendiri OCI dan TSI adalah orang yang sama. Pemain OCI juga disebut pernah tampil di panggung pertunjukan TSI.
Para korban sirkus OCI meminta Komnas HAM dan pemerintah menindaklanjuti kasus ini secara serius dan tidak membiarkannya terabaikan begitu saja.
OCI disebut telah menjalankan praktik ini sejak 1970-an. Anak-anak diduga dipisahkan dari keluarganya dan dilatih melakukan atraksi sirkus berbahaya.
Kolaborasi ini penting mengingat kasus OCI bukan hanya soal eksploitasi anak, tetapi juga menyangkut hak identitas, pendidikan, dan pemulihan psikologis.
Tim ini diberi mandat untuk melakukan telaah awal atas pengaduan, merekonstruksi kejadian, serta memetakan berbagai opsi penyelesaian yang adil bagi korban OCI.
Para pengadu mengaku mengalami pemisahan paksa dari orang tua mereka dan dijadikan pekerja sirkus OCI tanpa hak, perlindungan hukum, maupun identitas sah.
Mantan pemain OCI dijanjikan akan diangkat menjadi anak, namun ternyata dipisahkan dari keluarganya dan dipaksa tampil dalam pertunjukan sirkus keliling.
Dalam analisis pemetaan kasus yang dilakukan Kementerian HAM, ditemukan bahwa sejumlah mantan pemain sirkus OCI diambil dari orang tuanya saat masih balita.
Menurut laporan, terdapat dugaan bahwa salah satu teradu melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak yang masih berstatus sebagai pemain sirkus aktif OCI.
Kementerian HAM mengungkap dugaan praktik perbudakan modern dalam kasus OCI. Anak-anak sirkus disebut dipaksa bekerja dalam kondisi tidak manusiawi.
Munafrizal Manan mengungkap Kementerian HAM akan segera mempublikasikan hasil penyelidikan terhadap kasus dugaan pelanggaran HAM terhadap mantan pemain OCI.
Kementerian HAM memastikan pendekatan menyeluruh dalam menangani kasus dugaan pelanggaran terhadap mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI).
Surahman mendesak kepolisian untuk memeriksa semua pihak terkait, termasuk manajemen Taman Safari Indonesia, dan juga para mantan pemain sirkus.
Elpisina mendesak Komnas HAM melakukan investigasi ulang terkait dugaan eksploitasi yang dialami mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).