PROTIMES.CO – Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, mengingatkan jajaran Kementerian ATR/BPN untuk tidak terjebak dalam seremoni belaka dalam program sertipikasi tanah wakaf.
Ia menegaskan bahwa yang lebih penting adalah hasil konkret berupa peningkatan jumlah tanah wakaf yang bersertipikat secara hukum.
“Kami mohon kepada Pak Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi dan jajaran Kantor Pertanahan agar tidak terlalu fokus pada seremoni. Yang terpenting adalah output dan kinerja,” ujarnya saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kanwil BPN Lampung dan organisasi keagamaan, Selasa (29/7/2025).
Acara tersebut berlangsung di Kantor Gubernur Lampung dengan dihadiri oleh para tokoh agama, perwakilan organisasi keagamaan, pejabat pemerintah, dan unsur Forkopimda.
Menteri Nusron secara khusus meminta dukungan dari para pemuka agama untuk mengawal proses sertipikasi tanah wakaf hingga tuntas.
“Kami mohon kepada para pemuka agama, ketua organisasi masyarakat, tokoh masyarakat, mohon dikawal oleh anggotanya masing-masing, jangan sampai tanah wakaf dan aset umat terbengkalai,” tegasnya.
Saat ini, sertipikasi tanah wakaf secara nasional baru mencapai 38 persen. Di Provinsi Lampung, sudah ada 6.732 bidang tanah keagamaan yang telah disertipikatkan. Akan tetapi, masih ada lebih dari 25 ribu bidang tanah wakaf yang belum tercatat secara hukum.
Kepala Kanwil BPN Lampung, Hasan Basri Natamenggala, menyampaikan bahwa dari 716.185 bidang tanah yang belum terpetakan, sekitar 27.654 bidang merupakan tanah rumah ibadah dan wakaf. Pihaknya menargetkan percepatan melalui sinergi dengan organisasi keagamaan.
“Karena itu, momentum penandatanganan kerja sama ini kami anggap sangat penting untuk mengakselerasi pendaftaran tanah wakaf dan rumah-rumah ibadah di Provinsi Lampung,” ujar Hasan.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Nusron bersama Gubernur Lampung, Mirzani Djausal, menyerahkan 10 sertipikat tanah hasil program PTSL dan SK hibah aset.
Nusron juga menyoroti persoalan penguasaan fisik atas tanah sebagai tantangan utama dalam sistem pertanahan nasional.
“Karena sistem kita ini masih menganut rezim penguasaan fisik, bukan kepemilikan. Artinya siapa yang menguasai lebih lama, bisa mengklaim hak. Ini yang berbahaya,” jelas Nusron.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah
Be First to Comment