Press "Enter" to skip to content

TePI Tolak Wacana Pilkada Dikembalikan ke DPRD: Demokrasi Terancam, Oligarki Menguat!

Ilustrasi. (Foto: Freepik)

PROTIMES.CO – Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) menolak keras wacana pengembalian sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Diketahui wacana ini semakin menguat sejak didukung oleh Presiden Prabowo Subianto dengan alasan efisiensi biaya, maraknya politik uang, dan pencegahan polarisasi politik.

Wacana ini dimunculkan karena DPR, dengan koalisi mayoritas pendukung pemerintah, dan juga pemerintah sendiri tidak setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/2024.

Putusan MK tersebut secara tegas telah menutup ruang adanya pemilihan kepala daerah melalui DPRD, dengan memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal.

TePI Indonesia melihat wacana ini sebagai langkah mundur yang berbahaya bagi demokrasi di Indonesia.

“Wacana ini tampak sebagai upaya mengabaikan putusan konstitusional. Argumen tentang efisiensi biaya adalah ilusi. Yang terjadi justru pergeseran politik uang dari skala massal ke skala yang lebih tersembunyi, di mana setiap suara anggota DPRD akan menjadi komoditas transaksi politik yang mahal dan sulit diawasi,” ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow di Jakarta, Kamis (31/7/2025).

TePI Indonesia menegaskan bahwa pengembalian pilkada ke DPRD akan menghilangkan hak rakyat untuk memilih secara langsung dalam menentukan pemimpin daerahnya.

“Partisipasi publik yang telah dibangun sejak era reformasi akan runtuh. Ini bukan hanya sekadar mekanisme pemilihan, ini adalah inti dari kedaulatan rakyat,” kata Jeirry.

“Jika rakyat tidak lagi memilih langsung, apa gunanya partisipasi politik mereka? Hilangnya kontrol langsung ini akan memutus ikatan antara pemimpin dan pemilih, serta berpotensi menumbuhkan apatisme politik di kalangan masyarakat,” imbuhnya.

Jeirry mengatakan, kepala daerah yang dipilih oleh DPRD cenderung akan memiliki loyalitas utama kepada partai politik dan anggota dewan yang memilihnya, bukan kepada rakyat.

Menurutnya, hal ini akan secara drastis melemahkan akuntabilitas publik. Rakyat akan kehilangan mekanisme langsung untuk menghukum atau memberi apresiasi kepada pemimpin daerah melalui kotak suara.

“Sistem ini justru akan menjadi surga bagi oligarki politik. Keputusan tentang siapa yang menjadi kepala daerah akan sepenuhnya berada di tangan elit partai dan koalisi politik di DPRD, seringkali akan mengambil kesepakatan-kesepakatan tertutup. Ini berisiko tinggi melahirkan pemimpin yang tidak representatif dan hanya melayani kepentingan kelompok tertentu,” kata Jeirry.

TePI Indonesia menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan partai politik yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi untuk bersatu menolak wacana ini.

“Demokrasi bukan hanya tentang efisiensi, tapi tentang representasi, akuntabilitas, dan partisipasi rakyat. Jangan biarkan demokrasi kita dikorbankan demi kepentingan sesaat, apalagi dengan mengesampingkan pilar hukum dan konstitusi,” pungkasnya.

Pewarta: Khairul

Editor: Khopipah

Be First to Comment

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *