PROTIMES.CO – Amnesty International Indonesia menilai serangan digital yang dialami aktivis demokrasi Neni Nur Hayati sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap kebebasan sipil di Indonesia.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut insiden ini sebagai bukti kemunduran iklim kebebasan berekspresi.
“Ini adalah serangan terhadap kebebasan sipil dan semakin menegaskan kemunduran serius dalam iklim kebebasan berekspresi di Indonesia,” ujar Usman Hamid dalam pernyataan resminya.
Usman menekankan bahwa kritik yang sah seharusnya tidak dibalas dengan serangan. Ia menyerukan aparat penegak hukum agar segera mengusut tuntas kasus ini.
“Setiap kegagalan dalam menyelidiki ataupun membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan, memperkuat keyakinan bahwa para pelaku serangan memang berdiri di atas hukum,” tambahnya.
Neni Nur Hayati mengaku kepada Amnesty telah mengalami doksing, ujaran kebencian, dan peretasan sejak 15 hingga 17 Juli 2025.
Akun Instagram dan TikTok miliknya, @neni1783 dan @neninurhayati36, menjadi sasaran hujatan dan peretasan usai ia mengunggah video soal bahaya buzzer terhadap demokrasi.
Neni menegaskan video tersebut tidak ditujukan kepada individu tertentu, termasuk Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM). Akan tetapi, pada 16 Juli, foto pribadinya muncul dalam unggahan akun resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, termasuk @DiskominfoJabar, tanpa izin darinya.
Amnesty telah memverifikasi konten tersebut. Dalam video penjelasan dari KDM, foto Neni ditampilkan bersamaan dengan narasi penolakan bahwa anggaran digunakan untuk membayar buzzer.
“Negara seharusnya hadir untuk melindungi, bukan membiarkan — apalagi berperan dalam — pembungkaman suara-suara kritis yang sah dari warga negara,” kata Usman.
Amnesty mencatat sepanjang Januari–Juli 2025 terdapat sedikitnya 16 kasus serangan digital terhadap 17 pembela HAM di Indonesia.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah
Be First to Comment