PROTIMES.CO — Amnesty International Indonesia menyerukan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera merancang dan mengesahkan undang-undang khusus untuk melindungi pembela hak asasi manusia (HAM).
Seruan ini muncul menyusul peningkatan signifikan serangan terhadap pembela HAM di paruh pertama 2025.
“Pembela HAM terus menghadapi ancaman, kekerasan, hingga kriminalisasi. Sayangnya, belum ada payung hukum kuat untuk melindungi mereka,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
Saat ini, perlindungan hanya diatur dalam Peraturan Komnas HAM No. 5 Tahun 2015 dan pasal 66 UU PPLH untuk aktivis lingkungan. Akan tetapi, Amnesty menilai kedua aturan tersebut tidak memadai dalam melindungi secara menyeluruh.
Dari 104 pembela HAM yang menjadi korban dalam 54 kasus, banyak yang berasal dari kalangan jurnalis, masyarakat adat, dan aktivis. Selain itu, lembaga tempat mereka bekerja juga tak luput dari teror, seperti serangan ke kantor Tempo dan KontraS.
Amnesty mencatat pelaporan ke polisi, penangkapan, hingga kriminalisasi sebagai bentuk serangan yang paling umum.
“Alih-alih dilindungi, pembela HAM justru dihadapkan pada tuduhan pidana yang tak berdasar,” ujar Usman.
Ia menambahkan, meningkatnya praktik otoritarian dan militerisasi ruang sipil ikut memperparah situasi.
“Kemerosotan HAM ini bahkan mendapat pembiaran dari para pemimpin negara,” ucapnya.
Amnesty mendesak DPR untuk segera merancang UU baru yang menjamin kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai, serta melindungi pembela HAM dari segala bentuk serangan.
“Perlu ada regulasi kuat agar negara tak lagi mengabaikan mereka yang memperjuangkan keadilan,” tutup Usman.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah
Be First to Comment