Press "Enter" to skip to content
Anggota Komisi XII DPR RI Ratna Juwita Sari. (Foto: DPR RI)

Rasio Elektrifikasi Dinilai Tak Relevan, DPR Minta Revisi UU Ketenagalistrikan

PROTIMES.CO — Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ratna Juwita Sari, menilai data rasio elektrifikasi nasional yang dirilis PT PLN tidak mencerminkan kondisi faktual di lapangan.

Dia menegaskan, sudah saatnya pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan agar lebih adaptif terhadap dinamika kebutuhan dan pemerataan listrik nasional.

Pernyataan ini disampaikan Ratna menanggapi klaim PLN bahwa rasio elektrifikasi nasional hingga Maret 2025 telah mencapai 98,51 persen.

“Saya terus menyoroti isu ini dari masa ke masa. Saya meragukan variabel yang digunakan dalam menyusun rasio elektrifikasi,” ujar Ratna di Jakarta, Kamis (3/7/2025).

“Di Jawa Timur diklaim angkanya sudah 99,95 persen, tetapi di daerah pemilihan saya—Tuban dan Bojonegoro—masih banyak rumah yang belum teraliri listrik. Tercatat ada 7.500 rumah tangga dalam daftar tunggu. Ini menunjukkan ada kesenjangan antara data dan fakta,” paparnya.

Menurutnya, pemenuhan akses listrik secara merata merupakan mandat pembangunan nasional sekaligus target pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Kami mendukung penuh target Presiden untuk memastikan seluruh desa di Indonesia teraliri listrik dalam waktu empat tahun. Namun, untuk mencapainya, regulasi yang mengatur sistem ketenagalistrikan harus diperbarui agar lebih akomodatif dan berpihak pada masyarakat,” tegasnya.

Ratna membeberkan, masih terdapat sekitar 1,2 juta rumah tangga di Indonesia yang belum menikmati akses listrik, terutama di daerah kepulauan dan wilayah terpencil.

Masalah ini, lanjutnya, disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur serta kurangnya daya tarik investasi swasta di sektor ketenagalistrikan.

“Karena itu, revisi UU Ketenagalistrikan mendesak dilakukan. Pemerintah perlu menata ulang prioritas pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dan memperkuat skema kemitraan antara pemerintah dan swasta agar lebih menarik bagi investor,” katanya.

Ratna juga mengusulkan agar metode perhitungan rasio elektrifikasi ditinjau ulang.

“Penghitungan rasio harus menggunakan variabel yang lebih komprehensif dan objektif. Jangan sampai wilayah-wilayah sentral seperti Pulau Jawa saja masih belum menyentuh 100 persen rasio secara riil,” tambahnya.

Ia menekankan pentingnya perhatian khusus terhadap elektrifikasi di wilayah terpencil dan kepulauan.

“Hal ini perlu secara eksplisit dimasukkan dalam pasal-pasal revisi UU Ketenagalistrikan sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap keadilan energi,” pungkas Ratna.

Pewarta: Khairul

Editor: Khopipah

Be First to Comment

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *