PROTIMES.CO — Anggota Komisi XIII DPR RI, Yanuar Arif Wibowo, menegaskan perlunya transparansi dan pembenahan sistem pengelolaan royalti musik oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Yanuar menilai praktik penarikan royalti saat ini sering kali tidak mempertimbangkan kondisi di lapangan, khususnya bagi pelaku UMKM seperti kafe kecil, angkringan, hingga warung di desa-desa.
“Jangan hanya untuk mengejar kumulatif, kemudian pemilik royalti dan pengguna secara umum, apalagi UMKM kita yang baru tumbuh, itu ditekan sedemikian rupa,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa hubungan antara pemilik royalti dan pengguna adalah ranah keperdataan. Jika pemilik karya telah membebaskan lagunya untuk digunakan publik, LMKN seharusnya tidak memungut royalti.
“Kalau pemilik propertinya sendiri sudah membebaskan, misalnya seperti Dewa atau Haji Rhoma Irama, untuk digunakan, ya sudah, itu jangan ditarik. Jangan sampai orang membayar royalti tapi tidak tepat sasaran,” tegasnya.
Yanuar juga menyoroti keterlambatan penyelesaian Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) yang diamanatkan undang-undang.
Menurutnya, keberadaan sistem ini penting untuk memastikan pembayaran royalti tepat sasaran dan meningkatkan kepercayaan publik.
“LMK, LMKN ini harus berbenah. Sistem yang transparan dan terbuka akan membuat kepercayaan publik meningkat. Jangan malah membuat kegaduhan di masyarakat, fokus perbaiki sistemnya,” kata Yanuar.
Ia berharap LMKN mampu menjaga keseimbangan ekosistem musik dan usaha di Indonesia, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dari sektor kecil dan mikro.
“Kita ingin pemilik properti mendapatkan haknya dengan tepat, usaha kecil tetap tumbuh, dan masyarakat senang dengan produk musisi kita,” pungkasnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah
Be First to Comment