PROTIMES.CO — Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menolak tegas kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait pencegahan anak putus sekolah dengan menampung hingga 50 siswa dalam satu kelas.
P2G menilai kebijakan ini justru bertentangan dengan prinsip pendidikan berkualitas dan membahayakan proses belajar-mengajar.
“Kelas akan terasa sumpek, seperti penjara, mengingat luas ruang kelas SMA/SMK itu hanya muat maksimal 36 murid saja,” ujar Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G.
Iman menyebut kondisi tersebut berisiko membuat kelas menjadi pengap, tidak kondusif, serta menyulitkan guru untuk mengontrol siswa.
Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi dalam hal ini bertentangan dengan Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023 dan Keputusan BSKAP Nomor 071/H/M/2024 yang membatasi jumlah siswa per kelas maksimal 36 orang.
Selain aspek teknis, P2G menilai pendekatan tersebut hanya bersifat jangka pendek.
“Memasukkan 50 murid ke satu kelas justru solusi instan jangka pendek,” kata Iman.
Satriwan Salim dari P2G menambahkan bahwa tekanan terhadap guru dan siswa akan meningkat, bahkan dapat mengganggu kesehatan mental.
“Pelayanan sekolah dan guru kepada murid akan terbengkalai,” ujarnya.
P2G juga menyoroti potensi siswa dianggap ilegal dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang dapat berdampak pada hak siswa untuk mendapatkan ijazah.
Dengan kebijakan ini, P2G menilai orientasi penanganan anak putus sekolah tidak dipikirkan secara berkelanjutan dan mendalam. Kebijakan ini dinilai bertolak belakang dengan semangat pendidikan inklusif dan bermutu.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah
Be First to Comment