PROTIMES.CO – Dalam upaya mendapatkan keadilan, para mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) dinilai dapat menempuh jalur keperdataan sebagai opsi hukum alternatif.
Pendekatan ini berfokus pada pengakuan atas kerugian, baik material maupun non-material, yang dialami korban selama berada dalam penguasaan pengelola sirkus tersebut.
Berdasarkan analisis Kementerian HAM, relasi antara anak-anak dan pihak pengelola OCI saat itu dapat diklasifikasikan sebagai perikatan perdata akibat perbuatan melawan hukum.
Jika terbukti, para korban berhak menuntut ganti rugi atas penderitaan yang mereka alami.
Kerugian tersebut tidak hanya bersifat ekonomi, tapi juga menyentuh aspek psikologis—seperti kehilangan jati diri, isolasi sosial, hingga trauma karena dipisahkan dari keluarga.
Proses ini juga memungkinkan bentuk pemulihan yang lebih beragam, termasuk permintaan maaf atau jaminan rehabilitasi.
Meskipun demikian, jalur perdata bukan tanpa tantangan. Kesulitan pembuktian menjadi penghalang utama, terutama karena banyak peristiwa terjadi puluhan tahun lalu. Dokumen kontraktual tidak tersedia, dan bukti administratif sangat minim.
Pengajuan gugatan pun sangat bergantung pada inisiatif pribadi para korban. Negara yang tidak berwenang untuk memaksakan jalur ini menjadikan langkah hukum ini benar-benar keputusan pribadi masing-masing korban.
Namun begitu, apabila berhasil, penyelesaian perdata bisa menjadi langkah penting dalam mengembalikan martabat korban yang selama ini terabaikan.
Di tengah tantangan pembuktian, pengakuan formal dari pelaku atau lembaga terkait akan menjadi kemenangan moral tersendiri.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah