PROTIMES.CO – Pendiri Yayasan Puan Amal Hayati, Sinta Nuriyah Wahid, menilai pemerintah belum serius dalam menangani tindak pidana perdagangan orang (TPPO), terutama dalam perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam Dialog Psikologi Nusantara XIII di Universitas Bina Nusantara, Jakarta Barat.
Dalam paparannya, Sinta menyatakan bahwa meskipun perangkat hukum tersedia, masih banyak kekurangan dalam sumber daya manusia dan sarana pendukung yang optimal.
“Penyediaan institusi dan perangkat hukum atau kebijakan harus diiringi dengan penyediaan SDM dan sarana yang memadai supaya dapat menjalankan peran dan institusi secara optimal,” ujarnya.
Sinta menekankan bahwa perdagangan manusia telah menjadi masalah serius yang eksploitatif terhadap masyarakat, khususnya melalui manipulasi kebutuhan psikologis dan ekonomi korban.
Ia menyoroti modus pelaku TPPO yang menawarkan pekerjaan menggiurkan.
“Hati-hati, modus operandi yang digunakan oleh para sindikat canggih, mereka menggunakan cara-cara yang halus dan canggih dengan bujuk rayu yang menipu masyarakat,” tegasnya.
Menurut Sinta, minimnya literasi masyarakat tentang perdagangan manusia memperparah kerentanan mereka terhadap jebakan sindikat.
“Ketika ada tawaran pekerjaan, masyarakat tidak butuh waktu panjang lagi untuk menerimanya,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa korban sering menganggap pelaku sebagai penolong, akibat kurangnya kewaspadaan.
“Akibatnya, masyarakat tidak pernah berhati-hati terhadap orang-orang yang menawarkan pekerjaan kepada mereka,” tambahnya.
Sinta menuntut pendekatan berbasis empati dalam penanganan korban. Ia memperingatkan, membiarkan korban tanpa pembelaan berarti memutus masa depan mereka.
“Orang-orang yang menjadi korban itu jangan terlalu direndahkan. Justru mereka didekati dengan cara-cara yang baik dan yang membangkitkan hatinya,” ujarnya.
Sementara itu, Dosen Psikologi Universitas Bina Nusantara, Yosef Dedy Pradipto, menjelaskan bahwa tema human trafficking diangkat dalam dialog karena masalah ini seperti gunung es yang belum tertangani maksimal.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah
Be First to Comment