Tanggal dan Hari

Negara Rugi Rp193,7 triliun, Ini Penampakan Tersangka Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah

Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka skandal kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang PT Pertamina Subholding dan KKKS tahun 2018-2023.
Ketujuh tersangka skandal kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. (Foto: Instagram/kejaksaan.ri)

PROTIMES.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh orang tersangka skandal kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Tujuh orang tersangka ini diduga melakukan praktik kongkalikong yang menyebabkan negara rugi hingga Rp193,7 triliun.

Tersangka RS (Dirut Pertamina Patra Niaga), SDS (Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), dan AP (VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional) diduga bersekongkol untuk mengurangi produksi minyak dalam negeri agar pemenuhan kebutuhan minyak dilakukan melalui impor.

“Tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengkondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang. Akibatnya, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan kebutuhan minyak mentah maupun produk kilang dipenuhi dengan cara impor,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar di Jakarta.

Qohar menambahkan bahwa para tersangka ini diduga sengaja menolak produksi minyak mentah dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan dalih harga yang ditawarkan tidak ekonomis dan tidak sesuai spesifikasi.

Padahal, harga yang diajukan KKKS masih berada dalam rentang Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

“Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan alasan tersebut, maka menjadi dasar untuk melakukan ekspor minyak mentah Indonesia. Di sisi lain, PT Kilang Pertamina Internasional mengimpor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang guna memenuhi kebutuhan dalam negeri,” jelas Qohar.

Dugaan manipulasi ini berujung pada disparitas harga yang sangat signifikan antara minyak impor dan minyak domestik.

Selisih harga tersebut diduga dimanfaatkan oleh para tersangka untuk memperkaya diri sendiri dan pihak tertentu.

Selain rekayasa kebutuhan impor, Kejaksaan Agung juga mengungkap dugaan pengaturan harga dan pemenang tender dengan broker.

Tersangka SDS, AP, RS, dan YF (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping) disebut telah mengatur kesepakatan harga dengan broker, yaitu MKAR, DW, dan GRJ.

“Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan, padahal pemenang tender telah dikondisikan. Mereka menyetujui pembelian minyak dengan harga tinggi melalui mekanisme spot yang tidak memenuhi persyaratan,” ujar Qohar.

Tidak hanya itu, tersangka RS juga diduga membeli minyak mentah dengan RON 90 (setara Pertalite) yang kemudian diolah di depo menjadi RON 92 (Pertamax). Praktik ini dilakukan untuk mengaburkan kualitas minyak impor dan menghindari ketentuan standar.

Lebih lanjut, tersangka YF dari Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak pengiriman minyak impor, sehingga negara harus membayar biaya tambahan sebesar 13-15 persen.

Keuntungan dari transaksi ini disebut mengalir ke tersangka MKAR dari PT Navigator Khatulistiwa.

Kejaksaan Agung memastikan akan terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat.

“Kami akan melakukan pengembangan kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang bertanggung jawab,” tegas Qohar.

Pewarta: Khairul

Editor: Khopipah

Agar Tidak Ketinggalan Informasi Terbaru
Ikuti Berita Kami di Google News, Klik Disini

Scroll to Top

LOGIN