PROTIMES.CO – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri kembali mengungkap kasus penyalahgunaan teknologi deepfake yang digunakan untuk melakukan penipuan.
Seorang tersangka berinisial JS (25), yang berprofesi sebagai guru harian lepas di Kabupaten Pringsewu, Lampung, berhasil diamankan pada 4 Februari 2025.
Menurut Brigjen Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, kasus ini merupakan pengembangan dari laporan polisi yang masuk pada 14 Januari 2025.
Tersangka JS diduga memanipulasi video yang menampilkan wajah Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menyebarkan informasi palsu terkait bantuan pemerintah.
“Pelaku menggunakan teknologi deepfake untuk membuat video yang menampilkan pejabat negara seolah-olah memberikan bantuan kepada masyarakat. Video ini kemudian diunggah ke akun media sosial untuk menarik korban,” ujar Brigjen Himawan dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/2).
JS diketahui mengunggah video deepfake di akun Instagram @indoberbagi2025 yang memiliki sekitar 9.399 pengikut.
Dalam video tersebut, ia mencantumkan nomor WhatsApp dan mengarahkan korban untuk mengisi pendaftaran penerima bantuan.
Setelah itu, korban diminta mentransfer sejumlah uang sebagai biaya administrasi dengan janji pencairan dana bantuan yang ternyata tidak pernah ada.
Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku telah menjalankan aksinya sejak Desember 2024 dan berhasil meraup keuntungan sekitar Rp65 juta.
Diperkirakan ada lebih dari 100 korban yang berasal dari 20 provinsi di Indonesia, dengan jumlah terbanyak di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua.
Laboratorium Forensik Digital Bareskrim Polri telah melakukan analisis terhadap video deepfake yang dibuat tersangka.
Hasilnya menunjukkan bahwa video tersebut memiliki tingkat manipulasi hampir 100 persen menggunakan teknologi Generative Adversarial Neural Network (GANN).
“Video ini terdiri dari penggabungan dan penyisipan frame yang tidak wajar. Ini menegaskan bahwa video tersebut telah melalui proses editing untuk menyesatkan masyarakat,” tambah Brigjen Himawan.
JS dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya Pasal 51 Ayat 1 junto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, yang mengancamnya dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp12 miliar.
Selain itu, ia juga dikenakan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menerima informasi di media sosial. Pastikan selalu melakukan verifikasi sebelum percaya atau menyebarkan berita yang belum tentu benar,” pungkas Brigjen Himawan.
Kasus ini juga menunjukkan bagaimana teknologi AI dapat disalahgunakan untuk kepentingan kriminal.
Polri menegaskan akan terus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan pengawasan dan mencegah penyebaran konten hoaks berbasis deepfake.
Pewarta: Dzakwan Edza
Editor: Khopipah Indah Lestari