PROTIMES.CO – R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute menilai demonstrasi 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR RI yang berujung ricuh harus menjadi bahan renungan nasional.
Aksi yang dimotori kelompok tanpa penanggung jawab jelas itu diwarnai pembakaran ban, pelemparan botol, perusakan pos polisi, hingga coretan vandalisme di sekitar Gelora Bung Karno.
Dalam hal ini, Haidar Alwi mengapresiasi anggota kepolisian yang mampu mengendalikan situasi tanpa korban jiwa dan tetap humanis, sekaligus memberi kritik keras bahwa demo tersebut tidak tertib dan melanggar aturan hukum yang berlaku.
Haidar Alwi memberikan penghargaan tinggi atas kinerja aparat kepolisian yang sigap mengamankan jalannya aksi. Ia menilai polisi mampu menjaga situasi tetap terkendali meskipun massa sempat bertindak anarkis.
“Kita patut memberikan apresiasi kepada Polri. Mereka sigap, humanis, dan tetap profesional. Tidak ada aparat yang luka, tidak ada korban jiwa, bahkan sebagian massa yang sempat diamankan sudah dibebaskan kecuali yang terbukti anarkis. Ini bukti nyata wajah Polri Presisi yang harus kita jaga bersama,” kata Haidar Alwi.
Menurutnya, keberhasilan itu tidak terlepas dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Polisi di lapangan mampu tegas sekaligus mengedepankan nilai kemanusiaan, sesuai prinsip Presisi yang prediktif, bertanggung jawab, dan transparan.
“Kapolri berhasil menunjukkan bahwa penegakan hukum bisa tegas, tapi tetap dekat dengan rakyat. Inilah kepemimpinan modern yang patut dicontoh,” tegasnya.
Kendati demikian, Haidar Alwi juga menyoroti aksi yang berlangsung tidak sesuai aturan.
Dia menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 mengatur demo wajib diberitahukan ke kepolisian tiga hari sebelumnya, hanya boleh dilakukan pukul 06.00–18.00 WIB, dan dilarang digelar di tempat vital seperti istana presiden, rumah sakit, tempat ibadah, serta instalasi militer.
“Sayangnya, aksi 25 Agustus kemarin tidak memenuhi standar tersebut. Tidak ada penanggung jawab yang jelas, tuntutan bercampur aduk, dan akhirnya berubah menjadi anarki. Aspirasi yang seharusnya diperjuangkan justru hilang ditelan kerusuhan,” ujar Haidar Alwi.
Haidar Alwi menyebut sejumlah fasilitas umum rusak akibat tindakan massa. Di kompleks DPR, kaca pecah, CCTV dirusak, tenda pengamanan roboh, dan sebuah motor dibakar. Pos polisi di Gerbang Pemuda rusak parah.
Tidak berhenti di sana, halte di kawasan GBK ikut dicoret-coret, plang pintu 10 dirusak, tembok dilumuri tulisan provokatif, serta tanaman trotoar diinjak-injak.
“Kronologinya jelas. Massa mulai melempar botol, membakar ban, merobohkan tenda pengamanan, lalu memaksa masuk ke tol. Polisi akhirnya terpaksa menggunakan water cannon dan gas air mata agar situasi tidak semakin parah. Demo yang tidak tertib hanya meninggalkan kerugian,” jelasnya.
Haidar Alwi mengimbau masyarakat agar lebih dewasa dalam menyampaikan aspirasi. Menurutnya, demo boleh dilakukan, tapi harus tertib, damai, dan tidak merusak fasilitas umum.
“Demo silakan, itu hak rakyat. Tapi jangan merusak fasilitas umum, jangan anarki. Ingat, fasilitas yang rusak itu dibangun dari uang rakyat sendiri. Merusaknya sama saja menyakiti rakyat,” tuturnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah
Be First to Comment