PROTIMES.CO – Aktivis Lingkar Studi Kebangkitan Bangsa (LSKB), Fahmi Budiawan, menyorot tajam klaim Donald Trump terkait kesepakatan dengan Presiden Prabowo terkait defisit dagang Amerika Serikat (AS)-Indonesia, tarif dagang, dan perlakuan istimewa untuk produk-produk dari negeri Paman Sam.
Khusus produk pertanian, Fahmi menilai kesepakatan ini berpotensi memperbesar ketergantungan Indonesia atas produk pertanian AS seperti kedelai, jagung, dan gandum, yang selama ini sudah sangat masif akan mempengaruhi visi food sovereignty (kedaulatan pangan) yang sedang digarap serius oleh pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian.
“Kita patut waspada. Di balik narasi kerja sama, ada risiko besar ketahanan pangan kita semakin rentan karena terlalu terbuka terhadap dominasi impor,” ujar Fahmi dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (16/7/2025).
Fahmi menilai, alih-alih memperkuat sektor pertanian nasional, kesepakatan ini justru mengabaikan kebutuhan mendasar untuk membangun kemandirian pangan.
Ia mengingatkan bahwa ketergantungan terhadap produk pertanian impor bisa mematikan petani lokal, serta memperlemah struktur ekonomi desa.
“Yang dibutuhkan Indonesia bukan banjir produk asing, melainkan keberpihakan konkret terhadap petani lokal dari hulu hingga hilir. Mulai dari akses bibit unggul, pupuk, teknologi, hingga pemasaran,” tegasnya.
Sebagai solusi, Fahmi mendorong pemerintah agar lebih selektif dan berdaulat dalam menentukan arah kebijakan pangan.
Kerja sama internasional, menurutnya, harus berorientasi pada penguatan dalam negeri, bukan memperdalam ketergantungan.
“Jika benar ingin menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia, maka kita harus mulai dari menyejahterakan petani sendiri, bukan malah membiarkan mereka kalah bersaing di pasar sendiri,” katanya.
Fahmi juga menyoroti fakta bahwa mayoritas produk pertanian impor asal AS, seperti kedelai dan jagung, dikenal luas sebagai produk GMO (genetically modified organism) yang terbukti secara ilmiah berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan, khususnya kanker.
“Hal Ini tentu menjadi beban bagi masa depan kesehatan masyarakat kita yang harus ditanggung APBN lewat BPJS,” pungkasnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah
Be First to Comment