PROTIMES.CO – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan tarif resiprokal sebesar 19 persen kepada pemerintah Indonesia. Angka ini lebih rendah dibandingkan sebelumnya, yaitu sebesar 32 persen, untuk barang-barang Indonesia yang masuk ke Amerika Serikat.
Penurunan tarif ini diapresiasi Anggota Komisi XI DPR, Bertu Merlas. Menurutnya, pengenaan tarif adalah upaya AS untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang selama ini surplus bagi indonesia.
“Keputusan tarif resiprokal sebesar 19 persen kepada produk Indonesia yang masuk ke Amerika Serikat ini harus diapresiasi. Ini artinya pemerintah Indonesia serius melakukan negoisiasi kepada pemerintah Amerika Serikat,” ungkap Bertu di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
“Penurunan angka yang ditetapkan ini berdampak baik karena angka yang ditetapkan tidak sebesar angka sebelumnya. Ini adalah upaya menyeimbangkan neraca perdagangan Amerika yang selama ini surplus bagi Indonesia,” lanjutnya.
Keputusan tarif resiprokal sebesar 19 persen ini berbarengan dengan kompensasi Indonesia membeli komoditas energi AS sebesar US$15 miliar atau sekitar Rp243,9 triliun (asumsi kurs Rp 16.260 per dolar AS).
Selain itu, Indonesia juga akan membeli 50 pesawat Boeing sebagai bagian kesepakatan perdagangan yang dinegosiasi kedua negara.
Terkait pembelian komoditas energi AS sebesar US$15 miliar, Bertu menyebut hal ini sebagai strategi menyeimbangan neraca perdagangan.
Neraca perdagangan Indonesia dan AS sejak tahun 2024 surplus sebesar 14,5 miliar dolar atau sekitar Rp200 triliun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Surplus sebesar 14,5 miliar dolar ini adalah angka yang cukup besar. Saya yakin neraca perdagangan kita terhadap Amerika akan tetap surplus di tahun ini maupun tahun-tahun mendatang,” ungkap Bertu.
“Kita harus percaya diri bahwa neraca perdagangan Indonesia ke Amerika Serikat akan selalu surplus,” tambahnya.
Pemerintah Indonesia selama ini telah melakukan impor energi. Pada awal Juli 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memetakan komoditas belanja energi Indonesia dari AS senilai 15,5 miliar dolar AS sekitar Rp250,87 triliun yang terdiri atas LPG dan crude (minyak mentah) sebagai bagian upaya negosiasi tarif.
Untuk pembelian pesawat Boeing sebanyak 50 unit, Bertu mengatakan adanya antrean, saat ini membutuhkan waktu tiga tahun jika dipesan sekarang.
Berdasarkan aturan Administrasi Penerbangan Federal (FAA) untuk menjamin mutu, pesawat Boeing hanya bisa memproduksi 10 hingga 38 unit per bulan tergantung tipe pesawat.
“Beli pesawat Beoing itu butuh waktu tiga tahun. Jadi setahun misalnya beli 15 unit, maka butuh waktu sekitar tiga tahun. Nilai pesawat boeing dan impor energi tidak akan menutupi surplus tersebut,” pungkasnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah
Be First to Comment