PROTIMES.CO – Upaya menekan angka kematian ibu di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) Indonesia seharusnya difokuskan pada deteksi dini risiko kehamilan, bukan memperluas kewenangan operasi caesar kepada dokter umum di wilayah 3T.
Hal tersebut disampaikan Made Natasya Restu Dewi Pratiwi, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute (TII).
“Pendekatan berbasis data dan pencegahan harus lebih diutamakan ketimbang melonggarkan kewenangan medis tanpa penguatan deteksi dini risiko kehamilan,” ujarnya.
Berdasarkan SKI 2023, Natasya mencatat masih ada kesenjangan lebih dari 40% antara kunjungan antenatal pertama dan keenam. Hal ini menunjukkan lemahnya pemantauan kesehatan selama masa kehamilan.
Ia menyarankan penguatan edukasi pra-kehamilan melalui posyandu dan program skrining pranikah, serta sosialisasi buku KIA.
Menurutnya, pengembangan dashboard pelayanan maternal juga penting untuk memetakan hambatan seperti biaya, jarak, atau minimnya tenaga kesehatan.
“Dengan data ini, strategi kebijakan bisa lebih tepat sasaran,” kata Natasya.
Ia mengusulkan optimalisasi program Nusantara Sehat dan WKDS untuk redistribusi tenaga medis, dibanding pelatihan baru yang memakan waktu panjang.
“Kesehatan masyarakat harus diwujudkan dengan kebijakan berbasis data dan komunikasi publik yang berkualitas,” tutupnya.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah