PROTIMES.CO — Panen perdana padi di Distrik Wanam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, mencatat hasil yang mengejutkan, yakni 2,5 hingga 2,8 ton per hektare. Panen ini dilakukan tanpa menggunakan teknologi pertanian modern dan hanya dengan metode tanam hambur sederhana.
Keberhasilan ini dinilai membantah anggapan lama yang menyebut bahwa Papua bukan kawasan yang cocok untuk pertanian.
Pengamat ekonomi dan kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Freesca Syafitri, menyebut panen tersebut sebagai tonggak penting dalam pembangunan nasional yang lebih adil secara spasial dan sosial.
“Ini bukan hanya soal ketahanan pangan, tetapi juga soal pemerataan pembangunan,” ujar Freesca saat dihubungi di Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Freesca menyoroti peran pengusaha asal Kalimantan Selatan, Andy Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam, yang turut mendukung program cetak satu juta hektare sawah di Papua Selatan.
Diketahui Haji Isam melalui Jhonlin Group pada tahun lalu memesan 2.000 unit ekskavator dari China untuk mendukung proyek tersebut.
Ia menilai keberhasilan ini menunjukkan bahwa determinisme ekologis yang selama ini membatasi wilayah timur sebagai penyangga pangan nasional perlu dikaji ulang.
Survei tanah dan air di kawasan Wanam menunjukkan kesesuaian tinggi untuk pertanian, terutama dengan pemilihan varietas padi seperti Inpara.
Lebih jauh, Freesca menyebut transformasi sosial juga mulai terjadi. Masyarakat lokal yang sebelumnya bergantung pada pola hidup berburu kini mulai dikenalkan pada pertanian melalui pendekatan edukatif.
“Keberhasilan panen ini membuka peluang bagi pengembangan sistem pertanian berkelanjutan berbasis komunitas dan kearifan lokal,” jelasnya.
Menurutnya, proyek ini bisa menjadi preseden bagi paradigma pembangunan pangan baru yang tidak eksploitatif, tetapi regeneratif baik terhadap lingkungan maupun masyarakat.
Ia juga menegaskan bahwa proyek ini bukan sekadar pencapaian teknis, melainkan awal dari reorientasi geopolitik pangan nasional ke wilayah timur Indonesia.
Freesca menutup dengan menyatakan bahwa jika Papua mampu menjadi pionir kedaulatan pangan, maka wilayah lain di Indonesia juga bisa berperan signifikan dalam menghadapi krisis pangan global.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah