PROTIMES.CO – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yanti Andriyani, menyampaikan penolakan keras terhadap rencana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Yanti menegaskan bahwa pelibatan masyarakat sipil dalam proses ini adalah bagian dari praktik demokrasi yang sehat.
“Ini adalah bentuk partisipasi aktif masyarakat sipil. Pemberian gelar pahlawan harus transparan dan dapat dikontrol publik,” kata Yanti, usai audiensi dengan Kementerian Sosial.
KontraS menilai Soeharto tidak memenuhi syarat untuk mendapat gelar pahlawan karena rekam jejaknya dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, sebagaimana yang ditetapkan oleh Komnas HAM.
“Ada sembilan kasus, mulai dari 1965 sampai 1998, termasuk di Aceh dan Papua,” ujarnya.
Ia juga menyoroti keterlibatan Soeharto dalam kasus korupsi besar. Merujuk pada laporan Transparansi Internasional, ia menyebut presiden kedua Indonesia itu adalah pemimpin terkorup abad ke-20 menurut UNODC dan Bank Dunia
Yanti menambahkan bahwa Soeharto turut bertanggung jawab atas kebijakan diskriminatif terhadap perempuan serta pembungkaman kebebasan pers dan akademik.
KontraS juga menyerahkan petisi yang telah ditandatangani oleh lebih dari 6.000 orang kepada Menteri Sosial Saifullah Yusuf. Selain itu, lebih dari 30 organisasi sipil internasional menyatakan penolakan atas usulan gelar tersebut.
“Harapannya, Kementerian Sosial mempertimbangkan hal ini sebelum nama Soeharto dibahas dalam sidang Dewan Gelar,” kata Yanti.
Menurutnya, pemberian gelar pahlawan keada Soeharto akan menghapus sejarah kelam bangsa.
“Jangan biarkan Soeharto yang punya rekam jejak buruk seperti itu diberi gelar pahlawan,” pungkasnya.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah