PROTIMES.CO – Pendiri Haidar Alwi Institute, R Haidar Alwi, mengapresiasi langkah cepat dan terukur Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam menangani serangkaian kasus intimidasi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir, khususnya yang mencuat ke publik dan ditindak tegas sepanjang bulan Mei 2025.
Ia menyebut bahwa ketegasan tersebut menjadi penanda bahwa negara benar-benar hadir di saat rakyat merasa terintimidasi.
Menurutnya, intimidasi merupakan bentuk kekerasan sosial yang sering kali tumbuh di ruang-ruang publik karena kelengahan pengawasan dan absennya perlindungan hukum yang dirasakan oleh masyarakat kecil.
Dia pun menilai bahwa pelaku intimidasi tidak harus menggunakan kekerasan fisik; cukup dengan ancaman, tekanan, atau tindakan sepihak, rasa takut bisa menyebar luas dan menghambat kebebasan warga negara.
“Ketika seseorang merasa bisa memaksa orang lain dengan ancaman atau tekanan, itu tanda bahwa hukum belum bekerja. Dan saat negara hadir lewat Polri untuk menghentikan itu, maka di situlah keadilan terasa nyata,” kata Haidar Alwi, Senin (19/5/2025).
Ia menyebut bahwa motif intimidasi bisa beragam, dari alasan ekonomi, dominasi kekuasaan informal, krisis kepercayaan diri, hingga pola kekerasan sosial yang diwariskan antar generasi.
Akan tetapi, menurutnya, negara tidak boleh membiarkan hal itu dianggap biasa.
“Intimidasi tidak boleh dimaklumi. Apalagi jika dibiarkan bertahun-tahun hingga mengakar dalam kebiasaan masyarakat,” tambahnya.
Data yang dihimpun selama Mei 2025 menunjukkan Polri berhasil menangani langsung sejumlah kasus intimidasi dengan pendekatan hukum yang jelas dan tegas.
Berikut beberapa di antaranya yang telah tervalidasi:
1. Jakarta Timur – Oknum ormas mengintimidasi kepala keamanan Pasar Induk Kramat Jati. Pelaku ditangkap oleh Polda Metro Jaya pada 10 Mei 2025. Korban merupakan purnawirawan Polri.
2. Tangerang Selatan – Tiga debt collector melakukan penarikan kendaraan secara paksa di Serpong. Diamankan oleh Ditreskrimum Polda Banten awal Mei 2025 karena tindakan meresahkan warga.
3. Jakarta Utara – Operasi Berantas Jaya menjaring 299 orang terkait dugaan premanisme. Dari jumlah itu, 25 ditetapkan sebagai tersangka, sementara sisanya dibina oleh Dinas Sosial.
4. Jakarta Barat – 22 preman diamankan di wilayah Kembangan. Mereka ditangkap dalam operasi gabungan karena melakukan pungli terhadap warga dan pedagang.
5. Kemayoran, Jakarta Pusat – Tiga juru parkir liar ditangkap saat melakukan pungutan liar. Pelaku melakukan pemaksaan terhadap pengendara di titik rawan kemacetan.
Sementara beberapa kasus lainnya terjadi sebelum bulan Mei, namun tetap relevan untuk dicatat dalam konteks penegakan hukum dan perlindungan warga:
6. Bekasi – Suhada alias “Abang Jago Cikiwul” ditangkap Maret 2025 usai memaksa perusahaan memberi THR.
7. Makassar – Mahasiswa diserang saat diskusi di depan kampus UNM pada Maret 2025.
8. Cilegon – Guru TK dilaporkan mengalami tekanan dari wali murid (Januari 2025), meski penanganan hukum belum jelas.
9. Surabaya – Pelaku intimidasi terhadap siswa SMA ditetapkan tersangka pada akhir 2024.
10. Majalengka – Warga petani dilaporkan mendapat tekanan dari pihak yang diduga terlibat jaringan mafia tanah (dalam proses klarifikasi).
11–15. Kasus-kasus lain di Jakarta dan Depok termasuk dalam laporan operasi kepolisian kuartal I dan II, namun tidak semua disertai rincian resmi.
Haidar Alwi menilai kehadiran Polri dalam menyelesaikan kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa reformasi institusi penegak hukum bukan sekadar jargon.
Menurutnya, di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo, ia melihat adanya komitmen serius untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
“Kapolri menunjukkan bahwa menjaga citra Polri bukan hanya soal komunikasi publik, tapi soal tindakan konkret di lapangan. Menangkap pelaku premanisme, menghentikan intimidasi, dan merespons cepat laporan warga adalah bentuk nyata dari pelayanan,” pungkasnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah