PROTIMES.CO – Upaya penegakan hukum dalam kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Oriental Circus Indonesia (OCI) menghadapi hambatan serius.
Salah satu kendala utama adalah minimnya arsip administratif dan dokumen legal selama periode aktivitas kelompok sirkus tersebut, yang menyulitkan rekonstruksi kejadian dan identifikasi subjek hukum yang bertanggung jawab.
Menurut laporan Kementerian HAM, status OCI yang tidak berbadan hukum selama bertahun-tahun operasionalnya menjadi tantangan besar.
Akibatnya, sulit menetapkan siapa pihak yang secara formil dapat dimintai pertanggungjawaban, baik secara pidana maupun perdata.
Selain itu, dokumen-dokumen penting seperti bukti pengambilan anak, catatan pendidikan, rekam medis korban, maupun kontrak kerja tidak tersedia secara lengkap.
Situasi ini menyebabkan pembuktian hukum menjadi sangat terbatas dan bergantung sepenuhnya pada kesaksian para pihak dan niat baik untuk membuka informasi.
Sementara itu, perbedaan keterangan antara pihak pengadu dan teradu kian menyulitkan proses pencarian fakta.
Pihak OCI mengklaim telah menelusuri asal-usul para pemain sirkus namun enggan membukanya karena alasan etis.
Sebaliknya, para korban menyatakan tidak pernah diberitahu hasil penelusuran tersebut dan justru menuntut kejelasan identitas mereka.
Situasi ini membuat kasus OCI menjadi contoh nyata betapa lemahnya sistem dokumentasi dan pengawasan hukum di masa lalu, khususnya dalam perlindungan anak.
Lebih dari dua dekade setelah pengaduan pertama diajukan, keadilan bagi para korban masih belum terwujud.
Penguatan sistem dokumentasi dan pencatatan hukum ke depan menjadi penting untuk mencegah kasus serupa. Dalam konteks OCI, pembentukan tim lintas lembaga dan pendekatan non-yudisial kini menjadi opsi realistis untuk memenuhi tuntutan keadilan korban.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah