PROTIMES.CO – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan vonis berat berupa “tidak layak menjadi penyelenggara pemilu untuk periode berikutnya” kepada Ketua dan tiga Anggota Panwaslih Kota Banda Aceh pada Pilkada 2024.
Vonis itu dibacakan dalam sidang pembacaan putusan untuk sembilan perkara di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, pada Rabu (3/9/2025).
Ada pun keempat orang yang dijatuhi vonis tersebut adalah Ketua Panwaslih Kota Banda Aceh, Indra Miwaldi, beserta tiga anggotanya, yaitu: Efendi, Hidayat, dan Ummar. Semua nama tersebut berstatus sebagai teradu dalam perkara Nomor 50-PKE-DKPP/II/2025.
“Menjatuhkan sanksi tidak layak menjadi penyelenggara pemilu untuk periode berikutnya kepada teradu I Indra Miwaldi selaku Ketua merangkap Anggota Panwaslih Kota Banda Aceh. Menjatuhkan sanksi tidak layak menjadi penyelenggara pemilu untuk periode berikutnya kepada teradu II Efendi, teradu III Hidayat, dan teradu V, Ummar, masing-masing selaku Anggota Panwaslih Kota Banda Aceh pada Pilkada 2024,” ucap Ketua Majelis Heddy Lugito.
Keempat teradu dinilai DKPP terbukti tidak menindaklanjuti dugaan praktik politik uang yang dilakukan oleh tim kampanye pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali
Kota Banda Aceh nomor urut 01 Iliza-Afdal pada 26 November 2024, atau sehari sebelum pelaksanaan pemungutan suara Pilkada 2024.
Dalam sidang pemeriksaan yang diadakan pada 17 Juli 2025 terungkap bahwa terdapat pembagian uang dari tim kampanye Iliza-Afdal kepada masyarakat senilai Rp200.000 per orang.
“Para teradu seharusnya segera menindaklanjuti dugaan peristiwa pembagian uang berdasarkan Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024. Bahwa alih-alih segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran a quo, para Teradu justru mengulur waktu dengan dalih tidak mengetahui mekanisme penanganan pelanggaran dan menunda rapat pleno pada tanggal 3 Desember 2024,” kata Anggota Majelis, Ratna Dewi Pettalolo membacakan pertimbangan putusan.
Diketahui bahwa para teradu memutuskan bahwa dugaan praktik politik uang sebagaimana disebutkan di atas tidak dapat diputuskan sebagai temuan dan tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak terpenuhi sejumlah syarat administrasi, yaitu tidak ada pleno informasi awal, tidak ada surat keputusan (SK) tim, dan laporan hasil pengawasan.
Selain itu, semua teradu dalam perkara Nomor 50-PKE-DKPP/II/2025 juga berkesimpulan bahwa ada tahapan yang terlewati dalam penanganan dugaan pelanggaran ini, yaitu telah terlewatinya batas waktu tujuh hari ditemukannya dugaan pelanggaran tersebut.
“Sebagai pengawas pemilihan, para Teradu terbukti tidak profesional dan berkepastian hukum dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran a quo,” ungkap Ratna Dewi Pettalolo.
Untuk diketahui, vonis “tidak layak menjadi penyelenggara pemilu untuk periode berikutnya” ini dijatuhkan DKPP karena saat sidang pemeriksaan dilaksanakan, semua teradu dalam perkara Nomor 50-PKE-DKPP/II/2025 sudah tidak lagi berstatus sebagai penyelenggara pemilu.
Sementara dalam perkara Nomor 158-PKE-DKPP/VI/2025, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KIP Kota Banda Aceh Yusri Razali dan Anggota KIP Kota Banda Aceh Saiful Haris. Khusus untuk Yusri Razali, DKPP menambahkan vonis diberhentikan dari jabatan Ketua.
“Menjatuhkan Sanksi Peringatan Keras dan Pemberhentian dari Jabatan Ketua kepada Teradu I Yusri Razali selaku Ketua merangkap Anggota KIP Kota Banda Aceh terhitung sejak Putusan ini dibacakan. Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras kepada Teradu IV Saiful Haris selaku Anggota KIP Kota Aceh terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ucap Heddy Lugito saat membacakan amar Putusan perkara Nomor 158-PKE-DKPP/VI/2025.
Yusri Razali terbukti memberikan perintah kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Syiah Kuala dan PPK Kuta Raja untuk mengubah hasil perolehan suara dan mengalihkannya kepada calon DPR RI tertentu dalam pleno rekapitulasi pada Pemilu 2024.
“Bahwa prinsip mandiri merupakan pegangan utama dan paling penting yang harus dipedomani penyelenggara pemilu. Namun, teradu I terbukti telah melanggar prinsip mandiri tersebut,” kata Ratna Dewi Pettalolo membacakan pertimbangan putusan.
Sementara, Saiful Haris dipandang DKPP telah melakukan pembiaran dari tindakan yang dilakukan Yusri Razali meskipun telah mengetahuinya.
“Teradu IV juga terbukti melakukan pembiaran tehadap tindakan teradu I, seharusnya teradu IV selaku penyelenggara pemilu mengingatkan teradu I untuk tidak melakukan hal tersebut karena akan menciderai kemurnian suara,” tambah Ratna Dewi.
Di sidang kali ini, DKPP membacakan putusan untuk sembilan perkara yang melibatkan 46 teradu. Secara keseluruhan, DKPP menjatuhkan vonis tidak layak menjadi penyelenggara pemilu (4), pemberhentian dari jabatan ketua (1), peringatan keras (2), dan peringatan (6). Selain itu, terdapat 34 penyelenggara pemilu yang direhabilitasi atau dipulihkan nama baiknya karena tidak terbukti melanggar KEPP.
Pewarta: Khairul
Editor: Reza
Be First to Comment