PROTIMES.CO – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani mengecam keras kasus kekerasan seksual yang dilakukan Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Edy Meiyanto.
Dia meminta Guru Besar UGM itu dipecat dan dicabut gelar guru besarnya.
“Kami sangat prihatin dan mengecam keras tindakan guru besar yang melakukan kekerasan seksual. Itu adalah tindakan amoral dan asusila yang tidak patut dicontoh dan dilakukan seorang guru besar,” kata Lalu Ari, Minggu (13/4/2025).
Ketua DPW PKB NTB itu mengatakan, jika secara hukum Edy terbukti bermasalah, Lalu meminta Edy dipecat dari ASN dan dicabut gelar guru besarnya karena telah merendahkan harkat martabatnya sebagai seorang akademisi.
“Maka dia patut dipecat dan dicabut gelar guru besarnya. Karena integritas moral merupakan syarat fundamental bagi seorang akademisi, khususnya seorang yang menyandang gelar tertinggi di dunia akademik. Pelaku harus segera dijerat secara pidana,” beber Lalu Ari.
Mantan anggota DPRD NTB itu mengatakan, gelar guru besar tidak hanya mencerminkan pencapaian akademik, tapi juga memiliki tanggung jawab etika dan menjadi panutan bagi sivitas akademika dan masyarakat luas.
“Membiarkan seorang yang melakukan pelanggaran etik berat justru akan mencederai kepercayaan publik kepada dunia akademik dan merusak marwah institusi pendidikan,” paparnya.
Lalu Ari mendesak Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) untuk mengambil langkah tegas dan sistemik terhadap persoalan itu dan melakukan evaluasi terhadap Permendikti Saintek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
“Semua perguruan tinggi wajib melaksanakan Permendikti Saintek No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Saatnya dilakukan evaluasi,” jelas Lalu Ari.
Kemendikti Saintek juga harus memastikan adanya mekanisme pelaporan yang aman, responsif, dan berpihak kepada korban, serta memberikan sanksi administratif terhadap perguruan tinggi yang terbukti lalai dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual.
“Selain itu perlu dilakukan penguatan edukasi dan perlindungan terhadap korban, serta mewujudkan budaya yang berintegritas dan bebas dari kekerasan seksual,” pungkasnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah