Press "Enter" to skip to content

Klarifikasi Isu Tanah Kosong Dua Tahun Diambil Negara, Jonahar: SHM Tidak Sama dengan HGU dan HGB

Ilustrasi. (Foto: Freepik/jannoon028)

PROTIMES.CO — Isu tanah kosong yang akan diambil negara jika dibiarkan selama dua tahun belakangan ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Merespons hal tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) Kementerian ATR/BPN, Jonahar, menegaskan bahwa tidak semua jenis hak atas tanah dikenai perlakuan serupa dalam kebijakan penertiban.

“Penetapan objek penertiban tanah telantar terhadap Hak Milik (SHM) memiliki kriteria yang berbeda dibandingkan dengan tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB),” ujar Jonahar dalam keterangan resminya.

Ia menjelaskan, penertiban tanah SHM baru dapat dilakukan dalam kondisi tertentu seperti dikuasai pihak lain selama 20 tahun tanpa hubungan hukum, atau tidak terpenuhinya fungsi sosial.

Hal ini sesuai dengan Pasal 7 PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.

Sementara untuk tanah HGU dan HGB, kriteria penertiban lebih ketat. Jika tanah tersebut tidak digunakan sesuai tujuan awalnya dalam dua tahun sejak hak diterbitkan, maka tanah dapat menjadi objek penertiban oleh negara.

Jonahar menyampaikan bahwa perbedaan pendekatan ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan hak oleh badan hukum yang menguasai lahan dalam skala besar.

Oleh karena itu, penertiban saat ini difokuskan pada lahan HGU dan HGB milik badan hukum, bukan pada hak milik individual.

Ia juga memberikan imbauan kepada masyarakat untuk menjaga tanah yang mereka miliki agar tidak menjadi sumber sengketa atau gangguan ketertiban umum.

“Kalau hak milik, jangan sampai dikuasai orang lain,” katanya.

Jonahar menegaskan, kebijakan penertiban ini bukan dimaksudkan untuk mengambil alih tanah milik rakyat, melainkan sebagai upaya menata kembali penguasaan tanah agar sesuai peraturan.

“Tujuan utama kebijakan ini agar seluruh tanah di Indonesia dimanfaatkan secara optimal,” tegasnya.

Ia pun mengingatkan bahwa hal ini merupakan bagian dari amanat UUD 1945, khususnya Pasal 33 yang menyebutkan bahwa sumber daya agraria dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

Pewarta: Dzakwan

Editor: Khopipah

Be First to Comment

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    © 2025 Protimes.co