PROTIMES.CO – Presiden Prabowo Subianto resmi mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Empat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Anggota Komisi XII DPR RI, Mukhtarudin menyambut baik keputusan Presiden Prabowo tersebut sebagai wujud komitmen pemerintah untuk melindungi salah satu keajaiban alam Indonesia.
Mukhtarudin mengatakan Raja Ampat bukan sekadar destinasi wisata, melainkan laboratorium alam yang menyimpan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia.
Dengan lebih dari 553 spesies karang, 75% dari total spesies karang dunia, serta 1.070 spesies ikan karang dan 69 jenis moluska, kawasan ini adalah jantung dari Segitiga Karang Dunia, (coral triangle).
Keindahan bawah lautnya telah menarik perhatian dunia, menjadikan Raja Ampat sebagai salah satu situs warisan geopark yang diakui secara internasional.
Namun, keberadaan aktivitas tambang nikel telah mengancam kelestarian ekosistem ini, dengan laporan kerusakan hutan seluas lebih dari 500 hektar di lima pulau kecil, sebagaimana diungkap oleh Greenpeace Indonesia.
“Kami di Komisi XII DPR RI memahami bahwa Raja Ampat bukan hanya aset nasional, tetapi juga tanggung jawab global. Kerusakan ekosistem di kawasan ini tidak hanya berdampak pada lingkungan lokal, tetapi juga pada keseimbangan ekologi laut dunia,” kata Mukhtarudin, Kamis.
Dia menegaskan pencabutan izin tambang oleh Presiden Prabowo adalah langkah awal yang patut diapresiasi, namun tidak boleh berhenti di sini.
“Kami menilai bahwa kebijakan ini harus menjadi tonggak baru dalam pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada keberlanjutan dan keadilan antargenerasi,” tuturnya
Komisi XII DPR RI mengakui bahwa pencabutan izin ini juga menjadi cermin bagi kita semua untuk mengevaluasi efektivitas regulasi dan pengawasan di sektor pertambangan.
Fakta bahwa beberapa perusahaan, seperti PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Kawei Sejahtera Mining, beroperasi tanpa izin lingkungan atau melakukan pembersihan lahan ilegal menunjukkan adanya celah dalam sistem perizinan dan pengawasan.
“Bagaimana izin-izin ini dapat diterbitkan tanpa kajian lingkungan yang memadai, terutama di kawasan sensitif seperti Raja Ampat, yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi,” kata Mukhtarudin.
Sebagai Anggota dan Sekretaris Fraksi Golkar di DPR, dia mengingatkan pemerintah agar selalu mengawasi aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Gag Nikel yang hingga saat ini operasi tambang masih disetop.
Seperti yang disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, izin tambang PT Gag Nikel belum akan dibuka Kembali, mengingat proses evaluasi masih terus berlangsung.
Komisi XII DPR mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memastikan bahwa semua perusahaan, tanpa terkecuali, tunduk pada standar lingkungan yang ketat.
“Transparansi dalam proses verifikasi dan pengambilan keputusan harus menjadi prioritas agar kepercayaan publik tetap terjaga,” pungkasnya.
Pewarta: Khairul
Editor: Khopipah