PROTIMES.CO – Penggunaan istilah ‘sejarah resmi’ oleh negara dinilai sebagai kemunduran intelektual dalam sistem demokrasi.
Sejumlah akademisi yang tergabung dalam Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menyatakan penolakan terhadap upaya negara mendominasi tafsir sejarah bangsa.
“Dalam alam demokrasi tidak ada ‘kebenaran’ sejarah yang dimonopoli oleh negara,” ujar Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Senin (19/5/2025).
Menurut Usman, sejarah adalah milik publik, termasuk para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berhak menafsirkan dan memaknainya secara merdeka.
Ia menyebut penulisan ulang sejarah oleh negara sebagai bentuk manipulasi dan glorifikasi masa lalu untuk mendukung kekuasaan.
Senada, Jaleswari Pramodhawardani dari Lab45 menegaskan bahwa sejarah merupakan teks akademik yang multitafsir, bukan alat ideologi negara.
“Penulisan ulang sejarah ini rentan terhadap tafsir politik kekuasaan,” katanya.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah