Press "Enter" to skip to content

PBB Soroti Perlindungan Pekerja Migran di Honduras, Indonesia, dan Mauritania

PROTIMES.CO – Komite PBB untuk Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (CMW) merilis temuan dan rekomendasi penting terkait kondisi pekerja migran di Honduras, Indonesia, dan Mauritania. Laporan resmi yang dilansir dari Office of the UN High Commissioner for Human Rights (OHCHR) ini menyoroti kemajuan, sekaligus pelanggaran serius terhadap Konvensi Internasional Perlindungan Hak Pekerja Migran.

Untuk Honduras, Komite mengapresiasi adopsi National Emergency Strategy for the Protection of Honduran Migrants. Namun, CMW menilai kekerasan berbasis gender, femisida, impunitas, dan lemahnya perlindungan korban menjadi faktor struktural utama migrasi. PBB juga menyoroti kekerasan terhadap migran Honduras di jalur migrasi, khususnya di Meksiko, mulai dari pemerasan, penculikan, hingga pembunuhan dan penghilangan paksa. Selain itu, Komite mengecam penangkapan dan deportasi massal migran Honduras di Amerika Serikat, yang dinilai melanggar hak asasi, prinsip non-refoulement, dan hak anak. Honduras diminta memperkuat diplomasi dan perlindungan konsuler bagi warganya di luar negeri.

Di Indonesia, Komite mencatat kemajuan regulasi perlindungan pekerja migran, namun mengeluarkan peringatan keras terkait meningkatnya jaringan kriminal yang mengeksploitasi migran melalui penipuan daring, kerja paksa online, pinjaman ilegal, serta rekrutmen palsu di media sosial. Anak muda menjadi kelompok paling rentan. CMW juga menyoroti kondisi memprihatinkan pekerja migran sektor laut, termasuk jam kerja berlebihan, lemahnya pengawasan, dan sistem perizinan agen perekrutan yang tumpang tindih. Indonesia didesak menyusun strategi nasional terpadu dan memperkuat pengawasan independen.

Sementara itu, untuk Mauritania, Komite menyambut pembentukan pengadilan khusus perbudakan dan perdagangan manusia. Namun, CMW menyatakan keprihatinan serius atas penangkapan massal dan pengusiran kolektif migran sejak awal 2025, termasuk terhadap pengungsi dan pencari suaka yang memiliki dokumen sah. Praktik ini dinilai melanggar hukum internasional. PBB juga menerima laporan kekerasan, korupsi, pemerasan, serta kondisi penahanan yang tidak manusiawi.

CMW mendesak ketiga negara segera menindaklanjuti rekomendasi tersebut demi menjamin hak, martabat, dan keselamatan jutaan pekerja migran.

Penulis : Anwar Chow
Editor : Aris Darmawan

Be First to Comment

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *