Press "Enter" to skip to content

Saham Nvidia Turun, Analis Ramal NVDA Cetak All-Time High Baru di 2026

Sumber : nvidia.com

PROTIMES.CO – Saham Nvidia (NASDAQ: NVDA) tengah menghadapi tekanan jangka pendek setelah reli panjang yang menjadikannya simbol ledakan kecerdasan buatan (AI) global. Dalam sebulan terakhir, harga saham raksasa chip ini terkoreksi sekitar 4,76%, memicu kekhawatiran bahwa euforia AI mulai mereda. Namun, di balik pelemahan tersebut, sejumlah analis justru melihat potensi besar Nvidia untuk mencetak rekor harga baru pada awal 2026.

Melansir dari laman finbold.com, pandangan optimistis salah satunya datang dari analis pasar Peter DiCarlo. Ia memproyeksikan saham Nvidia berpeluang mencapai level US$225 pada akhir kuartal I 2026, sebuah all-time high baru meskipun ia mengingatkan bahwa volatilitas jangka pendek masih mungkin terjadi sebelum momentum kenaikan kembali menguat.

Menurut DiCarlo, struktur tren jangka panjang Nvidia masih konstruktif. Ia menyoroti indikator teknikal bulanan BX, yang digunakan untuk mengidentifikasi perubahan tren besar, telah berbalik ke arah bullish sejak Juni. Sejak sinyal tersebut muncul, saham Nvidia sempat mencatat reli sekitar 28% sebelum kembali terkoreksi dalam beberapa pekan terakhir.

Dalam unggahan di platform X pada pertengahan Desember, DiCarlo menyebut penurunan harga saham Nvidia sebagai peluang, bukan sinyal pelemahan fundamental. Ia bahkan menyebut harga di bawah US$193 sebagai “zona diskon” bagi investor yang bersedia menghadapi volatilitas.

“Saya menargetkan NVDA di US$225 pada akhir Q1 2026. Harga di bawah US$193 adalah diskon. Skenario terburuk adalah koreksi ke US$160–165 sebelum fase kenaikan berikutnya dengan potensi upside sekitar 30% dalam 90–110 hari,” tulisnya.

Meski demikian, DiCarlo juga mengakui adanya risiko ekstrem. Jika tekanan pasar global memburuk, saham Nvidia secara teoritis masih bisa turun hingga kisaran US$100–110. Namun, ia menegaskan bahwa skenario tersebut bukan pandangan dasar dan lebih mencerminkan guncangan makro yang luas, bukan kerusakan fundamental perusahaan.

Saat ini, saham Nvidia diperdagangkan di kisaran US$177,73, turun sekitar 15% dari rekor tertinggi Oktober lalu di atas US$207. Kendati demikian, secara year-to-date, NVDA masih mencatat kenaikan sekitar 32%, menandakan kepercayaan investor terhadap prospek jangka panjang perusahaan belum sepenuhnya surut.

Dari sisi fundamental, Nvidia tetap menunjukkan kinerja yang kuat. Manajemen memproyeksikan pendapatan kuartal berikutnya mencapai US$65 miliar, atau tumbuh sekitar 65% secara tahunan. Permintaan chip AI dari pelanggan hyperscaler global masih menjadi motor utama pertumbuhan, dengan segmen data center menyumbang porsi terbesar pendapatan perusahaan.

Namun, optimisme ini dibayangi oleh isu valuasi. Nvidia saat ini diperdagangkan pada rasio price-to-earnings (P/E) sekitar 45, jauh di atas rata-rata S&P 500 yang berada di kisaran 31. Valuasi tinggi ini membuat sebagian pelaku pasar lebih berhati-hati, terutama jika pertumbuhan pendapatan mulai melambat.

Tanda perlambatan memang mulai terlihat. Pada kuartal terakhir, Nvidia mencatat pertumbuhan pendapatan sekitar 62%, turun dibandingkan 94% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meski angka tersebut masih tergolong sangat kuat, pasar mulai mempertanyakan apakah laju pertumbuhan ekstrem dapat dipertahankan seiring skala bisnis yang semakin besar.

Tekanan juga datang dari sisi persaingan. Nvidia saat ini menguasai sekitar 80% pasar akselerator AI, namun perusahaan teknologi besar seperti Alphabet (NASDAQ: GOOG) dan pemain lainnya semakin agresif mengembangkan chip AI internal, yang berpotensi mengurangi dominasi Nvidia dalam jangka panjang.

Secara keseluruhan, Nvidia berada di persimpangan antara fundamental yang solid dan ekspektasi pasar yang sangat tinggi. Koreksi harga terbaru bisa menjadi fase konsolidasi yang sehat—atau ujian serius bagi keyakinan investor. Dalam beberapa bulan ke depan, pergerakan saham Nvidia akan menjadi barometer apakah reli AI masih memiliki ruang untuk berlanjut menuju 2026.

Penulis : Anwar Chow

Editor : Aris Darmawan

Be First to Comment

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *