Tanggal dan Hari

Soal Penulisan Ulang Sejarah, DPR: Harus Transparan

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Ari tidak memungkiri bahwa penulisan ulang sejarah menimbulkan polemik. Ada sebagian masyarakat yang bahkan menolaknya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani. (Foto: DPR RI)

PROTIMES.CO – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani mengatakan bahwa pihaknya akan memanggil Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait penulisan ulang sejarah Indonesia.

Dia meminta proses penulisan sejarah dilakukan secara transparan.

“Rencananya kami akan undang beliau hari Senin (26/5/2025) depan. Ini untuk menanyakan penulisan ulang sejarah,” terang Lalu Ari–sapaan akrab Lalu Hadrian Irfani, Rabu (21/5/2025).

Selama ini, kata Lalu Ari, pihaknya belum menerima penjelasan secara langsung dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

Dia tidak memungkiri bahwa penulisan ulang sejarah itu menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang bahkan menolaknya.

Komisi X DPR RI, lanjut Ketua DPW PKB NTB itu, tidak mengetahui latar belakang, alasan, tujuan, dan progres dari penulisan ulang sejarah. Pihak yang paling mengetahui hal tersebut adalah Kementerian Kebudayaan itu sendiri.

Sejumlah kelompok masyarakat mengadu ke Komisi X terkait penulisan ulang sejarah.

Salah satunya Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) yang terdiri dari para ahli, sejarawan, aktivis, hingga arkeolog.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X, Senin (19/5/2025) kemarin, mereka menyatakan penolakannya terhadap proyek tersebut.

“Kami masih terus mendengarkan masukan dari masyarakat. Kami persilahkan masyarakat untuk menyampaikan uneg-unegnya ke Komisi X,” beber Lalu Ari.

Mantan anggota DPRD NTB itu mengatakan, berbagai masukan itu akan disampaikan dalam rapat bersama Menteri Kebudayaan, pada Senin mendatang.

Pihak kementerian juga harus terbuka dengan berbagai masukan dan saran dari masyarakat.

Kementerian Kebudayaan harus menyerap aspirasi dan masukan dari berbagai lapisan masyarakat.

Pasalnya, proses penulisan ulang sejarah membutuhkan berbagai masukan dan pemikiran dari berbagai pihak.

“Kementerian Kebudayaan harus menyerap masukan sebanyak-banyaknya. Selain itu, mereka juga harus transparan dalam penulisan ulang sejarah,” pungkasnya.

Pewarta: Khairul

Editor: Khopipah

Agar Tidak Ketinggalan Informasi Terbaru
Ikuti Berita Kami di Google News, Klik Disini

Scroll to Top

LOGIN