Tanggal dan Hari

Direktur JAK TV Jadi Tersangka, IPW: Bertentangan dengan Hukum

Sugeng melihat penetapan tersangka terhadap jurnalis Jak TV adalah tindakan sewenang-wenang dan bertentangan dengan hukum dan terkesan menebar ancaman.
Ilustrasi. (Foto: Freepik)

PROTIMES.CO – Indonesia Police Watch (IPW) mengkritik penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung terhadap Direktur Pemberitaan Jak TV dan dua advokat karena dituduh menghalangi penyidikan (obstruction of justice) pada kasus korupsi timah dan importasi gula.

Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, melihat penetapan tersangka terhadap jurnalis Jak TV adalah tindakan sewenang-wenang dan bertentangan dengan hukum yang semestinya diberlakukan dan terkesan menebar ancaman/intimidasi pada kerja jurnalistik dengan menciptakan iklim ketakutan dan pembungkaman kebebasan berekspresi.

“Padahal, kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum,” kata Sugeng, Rabu (23/4/2025).

Menurutnya, Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin bahwa kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4 ayat 1 UU Pers) dan menjamin pers nasional dalam melaksanakan 10 peranannya meliputi (a) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; (b) Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; (c) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; (d) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (e) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran (Pasal 6 UU Pers).

Pada intinya, kebebasan pers ini sesuai dengan amanat kemerdekaan mengeluarkan pendapat sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Sebab, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin.

Pasal 28 tersebut, kini dipertegas dalam pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

Oleh karena itu, IPW menilai kebebasan berpendapat, berekspresi, serta kebebasan akademik tidak bisa dipidana dan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dilindungi.

Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan/atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Kebebasan atas hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang melekat secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

Hak tersebut tidak dapat diingkari sehingga pengingkaran terhadap hak ini berarti mengingkari martabat kemanusiaan.

IPW menilai, bila merujuk pada ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Pers yang memberikan perlindungan kepada jurnalis untuk melaksanakan profesinya meliputi mencari, memperoleh, mengolah, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat, maka produk jurnalis tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana.

Sebab, Pers Indonesia menganut prinsip bebas dan bertanggung jawab, yang berarti jurnalis memiliki kebebasan untuk menyampaikan dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat, maka setiap jurnalis yang menjalankan profesinya sesuai UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Peraturan Dewan Pers diberikan perlindungan atas tuntutan pidana.

Hal ini sebagaimana tertuang dengan jelas dalam pasal 4 ayat 3 UU Pers. Sehingga setiap karya jurnalistik tidak dapat dikenakan sanksi pidana, dalam rangka menjamin kebebasan pers.

Apabila karya, atau dan produk jurnalistik yang disampaikan oleh pers memuat informasi yang tidak akurat dan berimbang, maka pihak yang mengalami kerugian dapat menyampaikan keberatannya melalui proses pengaduan ke Dewan Pers.

Pengambilan keputusan atas kasus pers melalui mekanisme pengaduan ke Dewan Pers diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor: 01/PeraturanDP/VII/2017 tentang Prosedur Pengaduan Ke Dewan Pers.

Artinya, insan pers tidak boleh langsung ditangkap, melainkan harus melalui mekanisme Dewan Pers. Hal ini sejalan dengan UU Pers.

Dari ketentuan-ketentuan yang ada, menurut IPW, pemberitaan JakTV adalah wujud penyampaian pendapat yang dilindungi dalam konstitusi dan merupakan hak asasi manusia yang perlindungannya tertuang di beberapa peraturan perundang-undangan.

“Sehingga tindakan Kejagung mentersangkakan, menangkap, dan mempersoalkan secara hukum Jak TV adalah wujud pelanggaran konstitusi dan hak asasi manusia,” kata Sugeng.

Menurut Sugeng, perlu diingatkan bahwa memiliki pandangan hukum yang berbeda atas kinerja penegak hukum atas suatu permasalahan hukum yang diwujudkan dengan membuat pendapat tertulis atau lisan berdasarkan ukuran ukuran akademik yang  disampaikan dalam forum diskusi, seminar, podcast, dan dipublikasikan melalui media mainstream maupun media sosial tidak boleh dinilai sebagai delik apalagi dinilai sebagai menghalangi penyidikan karena menyampaikan pendapat keilmuan yang berbeda adalah kewajiban keilmuan dan sebagai hak yang dilindungi oleh hukum.

“Narasi narasi negatif harus dinilai kritik atas kinerja Kejaksaan Agung karena Indonesia adalah negara demokrasi yang membuka lebar perbedaan pendapat,” pungkasnya.

Pewarta: Khairul

Editor: Khopipah

WhatsApp
Twitter
Facebook
Telegram

Agar Tidak Ketinggalan Informasi Terbaru
Ikuti Berita Kami di Google News, Klik Disini

Scroll to Top

LOGIN