PROTIMES.CO – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap temuan penting dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap tiga anak di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
Dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Komnas HAM menjelaskan rangkaian investigasi yang telah dilakukan sejak awal Maret 2025.
“Komnas HAM memberikan atensi tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi anak yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada terhadap setidaknya tiga orang anak,” ujar anggota Komnas HAM, Uli Parulian.
Ia menjelaskan bahwa Komnas HAM telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk LPA NTT, LBH APIK NTT, Dinas P3A Kota Kupang, serta penyidik Bareskrim Polri.
Komnas HAM juga telah meminta keterangan langsung dari dua korban anak berusia 13 dan 16 tahun, serta seorang anak berusia 6 tahun, yang masih berada di bawah pengasuhan orang tuanya.
Selain itu, mereka juga meninjau lokasi yang diduga menjadi tempat kejadian perkara (TKP), termasuk sejumlah hotel di Kota Kupang.
Wakil Ketua Komnas HAM, Pramono Ubaid Tantowi, mengungkap kronologi kejadian yang melibatkan AKBP Fajar.
Dalam salah satu kasus, Fajar memesan dua kamar hotel pada 11 Juni 2024. Seorang perempuan dewasa berinisial F diduga membawa korban anak berusia 6 tahun ke kamar hotel tersebut. Saat F meninggalkan kamar, korban diduga menjadi korban tindak kekerasan seksual oleh Fajar.
Tak hanya pada satu korban, Fajar juga melakukan tindakan serupa terhadap dua anak lainnya. Salah satunya, anak berusia 16 tahun yang dikenalnya melalui aplikasi kencan, dan kemudian memperkenalkan sepupunya yang berusia 13 tahun. Kedua anak tersebut berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi dan pengasuhan yang buruk.
“Komnas HAM menemukan indikasi eksploitasi yang sistematis dan berulang, termasuk penggunaan jasa perantara dan pemesanan hotel yang dilakukan atas nama pribadi maupun melalui pihak lain,” tegas Pramono.
Sebagai bentuk rekomendasi, Komnas HAM mendesak kepolisian untuk memproses hukum secara profesional dan transparan, serta mengungkap peran perantara jasa layanan kencan, termasuk perempuan dewasa berinisial IK. Komnas HAM juga meminta restitusi dan kompensasi yang adil bagi para korban.
Selain kepada kepolisian, Komnas HAM juga merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan menyeluruh terhadap para korban, termasuk pendampingan psikologis dan pemenuhan hak pendidikan.
“Pendampingan harus dilakukan secara berkelanjutan, tidak hanya selama proses hukum,” pungkas Uli.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah