PROTIMES.CO – Komnas HAM menyoroti pentingnya perlindungan jangka panjang dan komprehensif terhadap anak-anak korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Komnas HAM menekankan bahwa korban membutuhkan pendampingan lebih dari sekadar proses hukum.
“Tindakan perlindungan tidak cukup hanya saat proses hukum berlangsung. Pendampingan harus terus diberikan sampai anak-anak ini siap kembali ke kehidupan sosial,” ujar anggota Komnas HAM Uli Parulian.
Komnas HAM mendapati bahwa dua korban anak, masing-masing berusia 13 dan 16 tahun, saat ini berada di rumah aman di bawah perlindungan Dinas P3A Kota Kupang.
Sementara itu, satu anak korban berusia 6 tahun tetap tinggal bersama orang tuanya. Ketiganya mengalami tekanan psikologis meskipun dalam kondisi fisik yang relatif baik.
Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tantowi menggarisbawahi pentingnya pemulihan menyeluruh bagi korban yang mengalami trauma berat akibat eksploitasi seksual.
Ia juga mengungkap bahwa latar belakang keluarga korban turut memperburuk kondisi mereka, sebab sebagian besar berasal dari lingkungan yang tidak harmonis dan minim pengasuhan.
“Korban anak berusia 13 tahun bahkan melarikan diri dari rumah karena mengalami kekerasan dari ayahnya dan tidak pernah mendapatkan kasih sayang yang cukup,” ungkap Pramono.
Komnas HAM meminta Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kota Kupang untuk memastikan hak atas pendidikan korban tetap terpenuhi. Baik melalui program penyetaraan maupun lanjutan ke jenjang pendidikan formal sesuai usia mereka.
Selain itu, Komnas HAM merekomendasikan pemeriksaan kesehatan menyeluruh, serta pelibatan keluarga korban dalam proses pemulihan. “Orang tua dan keluarga harus diberi pembekalan agar bisa mendampingi anak-anak dengan baik,” kata Uli.
Dalam rekomendasinya, Komnas HAM juga mendorong aparat penegak hukum untuk melibatkan undang-undang perlindungan anak dalam proses pemeriksaan terhadap dua tersangka.
Mereka juga menuntut restitusi dan kompensasi layak bagi para korban dan keluarga.
“Pemulihan korban harus menjadi prioritas bersama, bukan hanya tanggung jawab hukum tapi juga kemanusiaan,” pungkas Uli Parulian.
Pewarta: Dzakwan
Editor: Khopipah